SEMINAR NASIONAL BIOLOGI XX DAN KONGGRES PERHIMPUNAN BIOLOGI INDONESIA XIV
di UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
pada hari Jum'at tanggal 24 Juli 2009 jam : 15.30 WIB
dengan moderator : Estri Laras Arumingtyas, DR. Ir. MScSt
Agung Surono ; Achmad HimawanCV. AGRI BIO TECHJl Jambon No 605, Gang Batan Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta 55242E-mail : agungsurono@yahoo.com, achmadhim@yahoo.com
Buah pisang sangat populer dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Pisang (Musa paradisiaca L.) berasal dari hasil silangan alamiah antara Musa acuminate dengan Musa balbisiana, yang kini keturunannya lebih dari ratusan kultivar pisang. Pisang dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni pisang meja, pisang rebus ( pisang olahan ) dan pisang hias. Kultivar pisang yang berpotensi dan digemari konsumen adalah pisang raja , barangan, koja dan panjang.
Penelitian ini menggunakan medium Murashige dan Skoog (MS) instan produk Duchefa, dan ditambah dengan hormon BAP 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm dan 8 ppm. Penelitian ini menggunakan eksplan tunas dari 3 kultivar pisang ( barangan, koja dan panjang). Pengamatan dilakukan pada minggu ke 4, 8, 10, dan 12 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan secara kualitatif, yaitu ada tidaknya perubahan warna eksplan, ada tidaknya kalus pada eksplan, dan tumbuh tidaknya tunas dan akar pada eksplan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan pada umumnya berubah warna menjadi kehijauan di minggu ke 6 setelah tanam. Kalus yang bersifat remah terbentuk di minggu ke 4 setelah tanam. Eksplan dapat membentuk akar pada minggu ke 8 setelah tanam. Fenomena tersebut diduga karena adanya hormon auksin endogen yang ada pada eksplan. Tunas terbentuk pada minggu ke 12 setelah tanam Peristiwa ini terjadi pada ketiga kultivar pisang.. Biasanya terbentuk akar dahulu setelah itu terbentuk tunas pada eksplan yang sama. Medium MS + 8 ppm BAP memberikan hasil yang optimal untuk pembentukan tunas pada ke 3 kultivar pisang.
Kata kunci : pisang; medium instan; Murashige dan Skoog (MS); Bezylamino purin (BAP)
Agung Surono ; Achmad Himawan
CV. AGRI BIO TECH
Jl Jambon No 605, Gang Batan
Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta 55242
E-mail : agungsurono@yahoo.com, achmadhim@yahoo.com
Banana is very popular and favorite by all level of people. Banana (Musa paradisiaca L.) came from natural hybridization between Musa acuminate and Musa balbisiana, that currently their progenies were more than hundreds of cultivars. Banana can divide to become 3 groups that are dessert banana, cooking banana and ornamental banana. Banana cultivars which have potential and favorite by consumers, that are raja, barangan, koja and panjang.
In vitro propagations of banana on several banana cultivars are conducted. We are as a new company that operates in banana in vitro propagation, desire to propagate 3 banana cultivar (barangan, koja and panjang). Our problem is to determine how many Benzylamino purine (BAP) concentrations that optimum to induce banana shoots. Our objective is to study how many Benzylamino purine (BAP) concentrations that optimum to induce banana shoots on 3 banana cultivars explants.
This research use Murashige and Skoog (MS) instant medium from Duchefa (Netherlands), which is supplemented with BAP 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm and 8 ppm. This research use apical shoot explants from 3 banana cultivars (barangan, koja and panjang). Observation is conducted in weeks 4, 6, 8, 10 and 12 after planting. Observation is conducted qualitatively, that are color changes on explants, callus developments on explants, shoots and roots development on explants.
Research showed that explants in general changed color to greenish in week 6 after planting. Friable calluses developed in week 4 after planting. Roots developed in week 8 after planting. These phenomena’s are predicted because there is auxin hormone endogen in explants. Shoots grew in week 12 after planting. This happen occurred on three banana cultivars. In general first roots formation happened, after that shoots formation are to be happened from the same explants. MS + 8 ppm BAP gave the optimum results for shoots formation on 3 banana cultivars.
Keywords: banana; instants medium; Murashige and Skoog (MS); Bezylamino purine (BAP)
PENDAHULUAN
Buah pisang sangat populer dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Pisang (Musa paradisiaca L.) berasal dari hasil silangan alamiah antara Musa acuminate dengan Musa balbisiana, yang kini keturunannya lebih dari ratusan kultivar pisang. Pisang dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni pisang meja, pisang rebus ( pisang olahan ) dan pisang hias. Kultivar pisang yang berpotensi dan digemari konsumen adalah pisang raja , barangan, koja dan panjang.
Buah pisang (Musa paradisiacal L.) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia (Satuhu dan Supriyadi, 2008). Buah pisang adalah jenis buah unggulan ke dua di dunia setelah jeruk (Swennen & Rosales, 1994). Di Indonesia sendiri buah pisang adalah jenis buah yang paling diminati konsumen. Selain itu,pisang adalah bahan makanan pokok bagi sekitar 400 juta penduduk dunia (Sagi et al., 1995).
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Priyono dkk., 2000).
Penelitian-penelitian secara in vitro dalam rangka propagasi (perbanyakan) pada beberapa varietas pisang telah banyak dilakukan, antara lain Crounauer dan Krikorian (1984) telah berhasil memacu multiplikasi tunas pucuk batang pisang Musa sp., yaitu dengan mengkulturkannya pada medium MS dengan penambahan Benzyladenine (BA) 5 ppm. Tunas-tunas baru ini mampu membentuk akar setelah disubkulturkan pasa medium MS dengan penambahan NAA, IBA, atau IAA, masing-masing 1 ppm.
Barnejee dan De Langhe (1985) telah berhasil melakukan mikropropagasi beberapa kultivar pisang, misalnya Cavendish dan silk, dengan cara mengkulturkan tunas ujung batang pada medium MS yang dimodifikasi. Pertumbuhan plantlet terbaik adalah dalam medium MS dengan penambahan IAA 0,18 ppm dan BA 2,3 ppm. Mateille dan Foncelle (1987), berhasil menstimulasi pertumbuhan tunas aksiler / lateral pisang kultivar Poyo untuk menghasilkan BLB (Bud Like Body), dengan cara mengkulturkan tunas tersebut dalam medium MS dengan penambahan sukrosa 20 % dan BA 22.5 µM. Daun dan akar dihasilkan melalui subkultur tunas tersebut dalam medium dasar yang sama, dengan penambahan sukrosa 10 %, tanpa pemberian hormon. Meldia dkk. (1992), berhasil memperbanyak tunas pisang emas. Eksplan tunas pisang ditanam pada mediim MS padat. Pisang emas menunjukkan respon yang cukup baik (eksplan segar dan ukurannya bertambah besar), bila ditanam pada medium inisiasi MS dengan penambahan IAA 0,1 – 0,2 ppm dan BAP 3,0 – 4,0 ppm. Setelah 4 minggu, dilakukan subkultur ke medium multiplikasi MS dengan penambahan BAP 3,0 – 5,0 ppm. Jumlah tunas yang terbentuk per eksplan, berkisar antara 1,53 – 3,33. Dari peneltian tersebut terlihat bahwa bila konsentrasi BAP semakin meningkat maka jumlah tunas yang terbentuk juga meningkat. Menurut Widayati (1992), penggandaan tunas pisang dapat dilakukan dengan penambahan BA sampai dengan 10 ppm.
Pada tahun 1996, Himawan, telah berhasil memacu terbentuknya planlet dengan mengkulturkan tunas apikal pisang emas pada medium dasar MS dengan penambahan NAA 0,5 ppm tanpa BAP.
Pembuatan media kultur in vitro biasanya dengan mencampur beberapa bahan kimia tertentu. Cara ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu membutuhkan biaya besar, cukup banyak menyita waktu, dan ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam mempersiapkan media kultur tersebut. Untuk mengurangi resiko itu, sekarang beberapa laboratorium menggunakan media kultur siap pakai, yang diproduksi oleh beberapa perusahaan di luar negeri. Media kultur tersebut berupa serbuk. Contoh formula atau resep media kultur siap pakai adalah media MS tanpa atau dengan agar. Untuk membuat media kultur dari campuran serbuk yang siap pakai, dilakukan dengan hanya melarutkan dalam sejumlah tertentu air yang kualitasnya memenuhi persyaratan, lalu pH-nya diatur, dimasukkan dalam botol-botol kultur, kemudian disterilkan. (Wetherell, 1982).
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya konsentrasi BAP yang optimal untuk memacu terjadinya tunas pada eksplan tunas 3 kultivar pisang.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro, CV. Agri Bio Tech, Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian lebih kurang selama 6 bulan , dimulai dari bulan November 2008 sampai dengan April 2009.
Pisang yang digunakan untuk penelitian ini ada 3 kultivar, yaitu pisang panjang, pisang barangan dan pisang koja. Pisang panjang dan barangan diambil dari kebun KP4 UGM, Sleman. Pisang koja diambil dari kebun di daerah Jambon, Sleman.
Foto buah pisang barangan
Foto pohon pisang barangan
Foto buah pisang panjang
Foto pohon pisang panjang
Foto pohon pisang koja
Bahan yang digunakan untuk eksplan adalah tunas yang sedang tumbuh dari bonggol tumbuhan pisang, dengan diameter antara 5 – 10 cm. Sedangkan medium yang digunakan adalah medium dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962) siap pakai buatan Duchefa Biochemie, Belanda. Gula yang ditambahkan adalah D-(+)- Glukose, anhydrous buatan Hymedia, India. Agar yang dipakai adalah agar biasa yang banyak dijual di pasaran umum. Hormon yang diitambahkan adalah BAP dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Medium diatur pH-nya kurang lebih 5,8. Medium dimasukkan ke dalam botol-botol kultur dan disterilkan menggunakan autoclave. (121 ºC, 15 menit).
Tunas tumbuhan pisang dikupas dengan pisau sampai diameternya ± 3cm . Tunas kemudian dimasukkan ke dalam botol selai yang berisi larutan sabun selama 10 menit. Setelah itu, air sabun dibuang, lalu botol dan tunas dimasukan ke dalam Laminar Air Flow cabinet (LAF). Tunas dimasukkan ke dalam botol selai, yang berisi larutan NaClO (bayclin) 50 %, selama 15 menit. Lalu tunas dipindah ke dalam botol selai yang berisi larutan NaClO ( bayclin ) 10%, selama 15 menit. Setelah itu, tunas dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, masing-masing selama 10 menit. Tunas diletakkan dalam cawan petri, lalu dikupas lagi dengan menggunakan scalpel hingga diameter bagian dasarnya berukuran 1 - 1,5 cm. Eksplan dipegang dengan menggunakan pinset dan ditanam dalam botol kultur. Satu botol kultur berisi 1 eksplan. Untuk tiap perlakuan menggunakan 5 ulangan. Botol kultur dipelihara dalam ruang kultur, dan diberi penyinaran dengan lampu TL 40 watt secara kontinyu selama 8 jam sehari, pada suhu 26 °C. Penggantian medium dilakukan apabila terjadi pencoklatan pada medium. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, sampai minggu ke-12. Parameter yang diamati adalah ada tidaknya kalus pada eksplan, tumbuh tidaknya tunas dan akar pada eksplan serta perubahan warna yang terjadi pada eksplan. Data kualitatif ini dianalisis secara deskriptif.
HASIL
.Setelah dilakukan pengamatan terhadap ada tidaknya pembentukan kalus, akar dan tunas serta perubahan warna kalus maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 1 sampai tabel 4.:
Tabel 1.Pengamatan pembentukan kalus pada eksplan
Keterangan :
+ = terbentuk kalus
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja
Tabel 2.Pengamatan pembentukan akar pada eksplan
Keterangan :
+ = terbentuk akar
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja
Tabel 3.Pengamatan pembentukan tunas pada eksplan.
Keterangan :
+ = terbentuk tunas
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja
Tabel 4.Pengamatan perubahan warna kalus
Keterangan :
- = belum terbentuk
P = putih
Kh = kehijauan
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja
Gambar 1. Pisang Barangan pada MS + 8 ppm umur 8 minggu
Gambar 2. Pisang Panjang pada MS + 8 ppm umur 8 minggu
Gambar 3. Pisang Koja pada MS + 8 ppm umur 8 minngu
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media MS + 8 ppm BAP adalah media yang relatif paling optimal untuk memacu terbentuknya akar dan tunas pada eksplan tunas apikal pisang barangan, pisang panjang, dan pisang koja.
Respon perubahan eksplan setelah dikulturkan dimulai dengan terjadinya kalus pada bagian bekas pemotongan. Hal ini wajar karena pada dasarnya kalus adalah jaringan penutup luka. Terbentuknya kalus ini disebabkan oleh karena adanya rangsang luka (Fowler, 1983. Proses pembentukan kalus agak lama, yaitu rata-rata mulai terbentuk pada minggu ke 4 (pada Barangan dan Koja ) sedangkan pada pisang panjang mulai terbentuk pada minggu ke enam.
Akar terbentuk terlebih dahulu daripada pembentukan tunas. Menurut George dan Sherrington (1984), pertumbuhan dan perkembangan eksplan dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara hormon endogen dan hormon eksogen. Selain itu pertumbuhan dan perkembangan eksplan juga dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara sitokinin dan auksin. Jadi pembentukan akar terlebih dahulu ini mungkin disebabkan karena auksin endogen yang terdapat pada eksplan cukup tinggi untuk memacu pembentukan akar terlebih dahulu pada eksplan. Hal ini terlihat baik pada Barangan, Panjang dan Koja semuanya terbentuk akar terlebih dahulu daripada pembentukan tunas. Pembentukan tunas terjadi pada minggu ke 12 setelah penanaman eksplan. Terjadi pada ke 3 kultivar pisang.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh hormon yang diberikan berupa 6-benzylaminopurine (BAP), sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan yang ditanam di medium MS. Terlihat bahwa semakin besar hormon yang diberikan ke dalam media semakin cepat respon pertumbuhan eksplannya.
KESIMPULAN
Media MS + BAP 8 ppm adalah media yang relatif paling optimal untuk memacu terbentuknya akar dan tunas pada eksplan tunas apikal pisang barangan, pisang panjang, dan pisang koja.
DAFTAR PUSTAKA
Banerjee, N. and E. De Langhe, 1985. A Tissue Culture Technique for Rapid Clonal Propagation and Storage Under Minimal Growth Condition of Musa. Plant Cell Reports. pp. 4, 351 – 354.
Cronauer, S. S. and Krikorian,A. D. 1984. Multiflication of Musa from Excised Stem Tips. Annals of Botany. pp. 53, 321-328.
Fowler, M. W. 1983. Commercial Application and Economic Aspect of Mass Plant Cell Culture. Dari Mantell, S. H., Smith, H. (Eds.), Plants Biotechnology Cambridge University Press. London. pp. 3-38.
George, E. F. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetic Ltd. England. P. 184-330.
Harjadi, S. S..1988. Potensi, Tantangan, dan Prospek Hortikultura. Makalah dalam Seminar Nasional dengan tema Prospek dan Tantangan Sektor Hortikultura Menuju Perekonomian yang tangguh UPN “Veteran” Yogyakarta. Yogyakarta, 5 Desember 1998.
Himawan, A.. 1996. Budidaya Tunas Apikal Tanaman Pisang (Musa paradisiacal L. cv. emas) Secara In vitro. Skripsi. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.
Mateile, T. and Foncelle, B. 1987. Micropropagation of Musa AAA cv Poyo in The Ivory Coast. Tropical Agricultural (Trinidad). pp. 65, 325-328.
Meldia, Y., Winarno, M., dan Sunyoto. 1992. Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Tunas Pada Beberapa Varietas Pisang Secara In Vitro. Penelitian Hortikultura. pp. 5, 23-31.
Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh. 2000. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang. Jurnal Hortikultura. 10 (3) : pp. 183 – 190.
Sagi, L. S. Remy, B. Verelst, B. Panis, B. P. A. Cammue, G. Volckaert and R. Swennen. 1995. Transient Gene Expression in Transformed Banana (Musa cv. Bluggoe) Protoplast and Embryogenic Suspension. Euphytica. pp. 85, 89-95.
Satuhu, S. dan Supriyadi, A. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 34.
Sunarjono, H.,. 2004. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya.Jakarta. pp. 66.
Swennen, R. and F. E. Rosales. 1994. Bananas. Encyclopedia of Agriculture Science. P. 1, 215-232.
Wetherel, D. F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey. pp. 51.
1.apakah pisang barangan dan pisang ambon masih termasuk dalam satu jenis? apa perbedaan antara kenampakan pisang barangan sm pisang ambon?
BalasHapus2.adakah deskripsi varietas dari masing2 pisang yg anda teliti diatas. tolong cantumkan.
^...makasih...^
@Zae antara pisang Barangan dan pisang ambon jelas berbeda pisang ambon masuk dalam jenis tanaman AAA sedangkan pisang barangan masuk dalam jenis pisang AAB itu kalau dilihat secara biomolekuler.
BalasHapusPisang barangan buahnya warna kuning ada bintik-bintik merah warna hitam seperti penampakan pisang koja sedangkan pisang ambon warna buah hijau tapi kalau sudah matang sekali warna jadi kuning. Ukuran pohon pisang ambon lebih besar daripada pisang barangan. Pada pisang barangan batang semunya cenderung berwarna kemerahan ada bintik-bintik hitam sedangkan ambon warna batang semu pohonnya kehijauan.
Kalau pisang panjang bentuk buahnya mirip buah tanduk batang semu batang kekuningan.
saya mau tanya donk, berharap langsung dibalas.
BalasHapusrasa pisang koja itu kayak apa ya? terus teksturnya lembut sprt ambon/keras seperti kepok?
Pisang koja itu hampir mirip dengan pisang barangan, tekstur rasa lembut karena termasuk jenis pisang meja bukan pisang olahan seperti kepok. Buah pisangnya warna kuning ada totol-totol yang unik dari pisang koja adalah ada buah pisang yang dempet (2 buah pisang jadi satu dalam satu.
BalasHapus