Selasa, 03 Januari 2012

MENGAJAR MATA KULIAH KULTUR JARINGAN TUMBUHAN DI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


MENGAJAR MATA KULIAH KULTUR JARINGAN TUMBUHAN DI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Penyusun : Agung Surono, S.Si.


Laboratorium kultur jaringan tumbuhan milik Program study Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikkan Universitas Muhammadiyah Surakarta memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk pelaksanaan kultur jaringan tumbuhan, selain laboratorium juga dilengkapi dengan green house.

Tampak bagian luar laboratorium kultur jaringan tumbuhan
Ruang staff

Menuju ruang cuci dan ruang preparasi media

Ruang pencucian

Lemari penyimpan bahan kimia di ruang preparasi
Lemari pendingin penyimpan bahan kimia yang perlu disimpan di suhu dingin dan oven untuk sterilisasi alat di ruang preparasi

Timbangan analitik baik yang digital maupun yang analog di ruang preparasi media

Ruang preparasi media. Mulai dari ruang ini kondisi sudah semi aseptik.

Laminar air flow di Ruang tabur. Di ruang tabur ini kondisi harus selalu terjaga aseptiknya.
Shaker untuk menggojok eksplan yang di tanam di medium cair untuk bisa mendapatkan suspensi sel.
Ruang kultur untuk inkubasi eksplan yang sudah ditanam di media kultur jaringan baik yang media padat ataupun media cair. Di ruang kultur ini aseptik sangat mutlak. Selain itu suhu dan kelembaban udara sangat terkontrol kondisinya.

Ruang pengamatan dan pengolahan data.

Green house yang melengkapi laboratorium kultur jaringan tumbuhan

Pada semester genap tahun ajaran 2010 – 2011 pada tanggal Rabu, 6 April 2011 dan tanggal Rabu, 11 Mei 2011 mendapat tugas untuk menjadi pembicara pada mata kuliah pilihan kultur jaringan tumbuhan yaitu pada acara praktikum penanaman dan aklimatisasi plantlet di Program Study Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikkan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang beralamatkan di Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura 57102.

Mempersiapkan eksplan dari bonggol pisang.

Sterilisasi ekplan bonggol pisang dengan cara dibakar.

Setelah 3 - 4 kali pembakaran dimasukkan ke dalam Laminar Air Flow (LAF).
Memasukkan media kultur ke dalam Laminar Air Flow (LAF).

Proses penanaman eksplan bonggol pisang.

Selanjutnya dengan adanya kerjasama antara pihak Program Study Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikkan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan CV. Ari Bio Tech pada semester ganjil tahun ajaran 2011 – 2012 mulai hari Senin 21 November 2011 sampai dengan hari Senin 2 Januari 2012, saya mendapatkan kehormatan sebagai pengajar mata kuliah pilihan kultur jaringan tumbuhan di Program Study Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikkan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dengan jadwal mengajar kuliah dan praktikum sebagai berikut :

AGENDA KEGIATAN KULIAH DAN PRAKTIKUM MKP KJT GENAP 2010-2011

No
Hari/Tanggal
Acara
Tempat
1
Rabu, 16 Maret 2011
Materi/Pendahuluan
Lab KJT
2
Rabu, 23 Maret 2011
Pengenalan alat-alat Lab KJT
Lab KJT
3
Rabu, 30 Maret 2011
Pembuatan Media
Lab KJT
4
Rabu, 6 April 2011
Penanaman eksplan
Lab KJT
5
Rabu, 27 April 2011
Penanaman eksplan
Lab KJT
6
Rabu, 11 Mei 2011
Aklimatisasi plantlet
Lab KJT
7
Rabu, 18 Mei 2011
Diskusi
Lab KJT
8
Rabu, 25 Mei 2011
Pengamatan
Lab KJT
9
Rabu, 1 Juni 2011
Pengamatan
Lab KJT
10
Rabu, 8 Juni 2011
Pembuatan Laporan
Lab KJT
11
Rabu, 15 Juni 2011
Presentasi
Lab KJT

Untuk materi kuliah dan praktikum bisa di lihat pada uraian di bawah ini.



Penyusun :Triastuti Rahayu. M.SiDi edit :Agung Surono, S.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2011

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT buku Modul Praktikum Kultur Jaringan Tanaman ini dapat tersusun. Modul ini merupakan pedoman bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta yang mengambil Mata Kuliah Pilihan (MKP) Kultur Jaringan Tanaman (KJT).
Strategi pembelajaran Mata Kuliah Pilihan (MKP) Kultur Jaringan Tanaman (KJT) secara terintegrasi antara kuliah dan praktek, sehingga pelaksanaannya langsung dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan lebih cepat memahami prinsip-prinsip dan teknik dalam KJT.
Tujuan MKP KJT adalah agar mahasiswa mampu memahami berbagai teori tentang teknik kultur jaringan tanaman dan mampu menerapkan teori tersebut dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Selain itu membekali mahasiswa sebagai materi pengayaan sebagai calon guru sekolah menengah. Pada modul ini dilengkapi materi penggunaan media organik dan media MS kemasan untuk menanan eksplan tunas pisang dan proses aklimatisasi seedling (anggrek botolan) serta plantlet pisang yang pada tahun-tahun sebelumnya belum pernah dilaksanakan.
Tersusunnya modul ini berkat kerjasama dan informasi dari semua pihak. Guna penyempurnaan modul ini, kami secara terbuka menerima saran dan kritik. Dan akhirnya dengan segala kekurangannya, semoga modul ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Maret 2011
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
SEJARAH KJT
ORGANISASI LABORATORIUM KJT
PERALATAN DALAM LAB KJT
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN KJT
PEMBUATAN MEDIA PADAT MURASHIGE-SKOOG
STERILISASI
PENANAMAN DALAM MEDIA KULTUR
AKLIMATISASI PLANTLET

PENDAHULUAN

Jenis pembiakan vegetatif yang masih baru dikembangkan adalah “Kultur Jaringan Tanaman”. Kultur jaringan merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman yang menggunakan sel/organ/jaringan tanaman. Potongan jaringan atau organ yang dikulturkan ini dinamakan eksplan. Eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Kalus yang terbentuk dipindahkan ke dalam media deferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap disebut plantlet. Dengan teknik Kultur Jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi plantlet dalam jumlah besar.
Ide memperbanyak tanaman dengan jalan mengkulturkan bagian kecil jaringan atau organ muncul dari pendapat bahwa tanaman tingkat tinggi terdiri dari sekumpulan sel. Sel-sel yang sama membentuk jaringan yang melakukan tugas tertentu pada setiap organ dalam tubuh tanaman. Sel-sel ini mempunyai kemampuan untuk melakukan seluruh proses hidup. Kemampuan sel ini disebut totipotensi. Kemampuan alamiah untuk berproduksi sendiri tanpa perkawinan sel jantan dan betina inilah yang mendasari orang memperbanyak tanaman dengan mengkulturkan jaringan. Proses ini disebut juga in vitro (terpisah dari induk). Istilah kultur jaringan atau in vitro adalah teknik perbanyakan tanaman dengan menggunakan potongan kecil jaringan atau sel yang dipelihara dalam satu media dan dikerjakan seluruhnya dalam kondisi aseptis.
Teknik kultur in vitro ini dapat dimanfaatkan untuk mem¬bantu program pemuliaan sehingga akan dihasilkan tanaman yang lebih baik. Beberapa alasan yang mendukung hal ini sebagai berikut :
a. Teknik kultur in vitro dapat menghasilkan tanaman dengan tingkat ploidi yang berbeda dalam waktu relatif singkat di¬bandingkan metode konvensional. Contohnya :
- haploid melalui kultur polen yang mempunyai jumlah kromosom ½ dari sel somatik,
- triploid melalui kultur endosperma.
Haploid dapat digunakan untuk mendeteksi sifat-sifat resesif yang berguna. Sifat-sifat ini tidak diekspresikan bila ada allele dominan pada kromosom homologusnya. Setelah kromo¬som digandakan akan diperoleh diploid homozigot yang fertil dengan sifat yang diinginkan. Triploid mempunyai nilai penting dalam hortikultura karena menghasilkan buah tidak berbiji seperti semangka, pisang, dan lain-lain. Triploid juga penting dalam kehutanan karena meningkatkan kualitas pulp seperti pada Populus sp. Jaringan tanaman yang triploid adalah endosperma yang berasal dari gabungan gamet jantan dan dua sel sinergik. Kultur endosperma yang pemah dicoba dan berhasil misalnya padi, cendana, puring, apel, Citrus grandis, dan Petroselinurrr horterrse.
b. Embryo rescue. Teknik kultur in vitro dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hibrida unik yang secara konvensional tidak dapat diperoleh karena embrio gugur pada umur bebe¬rapa hari setelah polinasi. Embrio yang sangat muda diseksi dan ditumbuhkan dalam media in vitro sampai menjadi ta¬naman lengkap.
c. Kultur embrio dewasa mempunyai masalah dalam perkecambahan karena tidak ada endosperma atau endospermanya rusak.
d. Seleksi sel resisten terhadap berbagai stres baik abiotik maupun biotik. Media kultur dengan berbagai faktor stres seperti. kandungan NaCI tinggi, Al tinggi, toksin fungi dan bakteri yang ditambahkan dalam media tumbuh dapat membantu proses seleksi ketahanan sel yang kompeten (mampu beregenerasi) dengan tujuan akhir pengembangan tanaman yang resisten. Seleksi in vitro dapat menghemat lahan percobaan seperti yang umum diperlukan dalam seleksi lapangan, dapat mem¬berikan tekanan seleksi yang seragam sehingga mengurangi escape (tanaman lolos tekanan seleksi), serta dapat dilakukan pada populasi sel yang berjumlah jutaan. Seleksi dengan cara ini dapat menyingkat waktu dan mengurangi biaya.
e. Dapat menghasilkan hibrida baru, interspesifik maupun intraspesifik melalui fusi protoplasma. Fusi protoplasma juga dikenal dengan istilah hibridisasi somatik. Melalui cara ini halangan alamiah seperti inkompatibilitas dapat diatasi.
f. Menyediakan protoplasma sel somatik maupun sel generatif (polen) sebagai bahan dalam transfer gen dalam rangka pembentukan sel transgenik.
Kelebihan, Kelemahan, dan Manfaat
Kelebihan
a. Tidak memerlukan tempat yang luas
b. Untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau lambat diperbanyak secara konvensional
c. Dapat dilakukan sepanjang tahun tidak mengenal musim
d. Bibit yang dihasilkan lebih sehat dan seragam
e. Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik
f. Stok tanaman dapat disimpan dalam waktu lama

Kelemahan
a. Dibutuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya
b. Dibutuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk laboratorium dan bahan kimia
c. Tanaman yang dihasilkan berukuran kecil, aseptik, dan biasa hidup di tempat yang berkelmbaban tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal
d. Metode setiap spesies tidak sama

Manfaat
a. produksi tanaman bebas pathogen
b. produksi bahan-bahan farmasi
c. pelestarian plasma nuftah
d. pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika
e. perbanyakan tanaman klonal dengan cepat

SEJARAH
Penggunaan teknik kultur jaringan dimulai oleh Gottlieb Haberlandt pada tahun 1902 dalam usahanya mengkulturkan sel-sel rambut dari jaringan mesofil daun tanaman monokotil. Tetapi usahanya gagal karena sel-sel tersebut tidak mengalami pembelahan, diduga kegagalan itu karena tidak digunakannya zat pengatur tumbuh yang diperlukan untuk pembelahan sel, proliferasi dan induksi embrio. Pada tahun 1904, Hannig melakukan penanaman embrio yang diisolasi dari beberapa tanaman crucifers. Tahun 1922, secara terpisah Knudson dan Robbin masing-masing melakukan usaha penanaman benih anggrek dan kultur ujung akar. Setelah tahun 1920-an, penemuan dan perkembangan teknik kultur jaringan terus berlanjut. Berikut tabel yang menunjukkan sejarah perkembangan bidang kultur jaringan tanaman yang diadaptasi dari berbagai sumber.
Adapun penemuan-penemuan penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan tanaman :
1838
Schleiden & Schwann
Mengemukakan teori Totipotensi
1902
Haberlandt
Orang pertama yang mencoba mengisolasi dan mengkulturkan jaringan tanaman monokotil, tetapi gagal
1922
Knudson
mengecambahkan biji anggrek
1924
Blumenthal & Meyer
Pembentukan kalus dari eksplan akar wortel
1929
Laibach & Hered
Kultur embrio untuk mengatasi inkompatibilitas pada tanaman Linum spp.
1934
Gautheret
Kultur in vitro dari jaringan kambium tanaman berkayu dan perdu, tetapi gagal

White
Keberhasilan kultur akar tomat dalam waktu yang panjang.

Kogl et.al
Identifikasi hormon tanaman pertama, IAA, untuk pemanjangan
1936
LaRue
Kultur embrio pada beberapa tanaman gymnospermae
1939
Gautheret
Berhasil menumbuhkan kultur kambium tanaman wortel dan tembakau
1941
Overbeek
Penggunaan air kelapa untuk menumbuhkam kultur embrio muda tanaman Datura
1944

Kultur in vitro pertama dari tanaman tembakau untuk studi pembentukan tunas adventif
1948
Skoog dan Tsui
Pembentukan tunas dan akar adventif dari tembakau
1949
Nitsch
Kultur in vitro tanaman buah-buahan
1952
Morel & Martin
Kultur meristem untuk mendapatkan tanaman Dahlia yang bebas virus. Keberhasilan pertama micro-grafting
1953
Tulecke
Kalus haploid dari polen tanaman Ginkgo biloba
1955
Miller
Penemuan struktur dan sintesa dari kinetin
1957
Skoog & Miller
Menemuan bahwa pembentukan akar dan tunas dalam kultur tergatung pada perbandingan auksin : sitokinin
1958
Maheswari & Rangaswamy
Regenerasi embrio somatik dari nuselus ovul Citrus

Reinert & Steward
Pertumbuhan dan perkembangan kultur suspensi wortel
1960:
Cocking
Degradasi enzimatik dinding sel untuk mendapatkan protoplas

Morel
Perbanyakan vegetatif anggrek melalui kultur meristem
1962
Murashige & Skoog
Perkembangan media MS
1964
Guha & Maheswari
Penemuan tanaman haploid pertama melalui androgenesis tanaman Datura
1969
Erickson & Jonassen
Isolasi protoplas dari suspensi sel Hapopappus
1970
Power
Fusi protoplas
1977
Chilton
Keberhasilan integrasi T-DNA pada tanaman
1985-1990

Perkembangan transfer gen pada tanaman berkembang cepat, seperti penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen gun), electroporasi, mikroinjeksi.
1990

Perkembangan rekayasa genetik dan metabolik tan. berkembang pesat
Pemasaran produk-produk rekayasa genetic


ORGANISASI LABORATORIUM KJT

Di setiap laboratorium dimana teknik kultur jaringan digunakan harus mempunyai sejumlah fasilitas yang mencakup antara lain:
• Ruang pencucian
• Ruang persiapan media, sterilisasi dan penyimpanan
• Ruang transfer aseptik
• Ruang kultur atau inkubator yang lingkungannya terkontrol
• Ruang pengamatan dan koleksi data

Ruang Pencucian

Ruang pencucian harus mempunyai bak cuci, meja kerja yang terbuat dari bahan yang tahan terhadap asam dan basa, rak pengering dan mempunyai saluran untuk air demineralisasi atau destilasi, ruang untuk tempat oven pengering, alat/mesin pencuci dan pengering, serta rak atau lemari penyimpanan alat.

Ruang Persiapan Media

Di dalam ruang persiapan media harus tersedia tempat untuk penyimpanan bahan-bahan kimia, gelas kultur dan penutupnya, dan peralatan gelas yang diperlukan untuk pembuatan media. Meja yang kokoh atau ”bench” untuk penyimpanan ”hot plate magnetic stirrer”, pH meter, timbangan, dan dispenser harus tersedia. Peralatan lain yang biasanya ada di ruang persiapan media antara lain alat vaccum, distiling unit, bunsen, refrigerator (kulkas) dan freezer untuk penyimpanan larutan stok dan bahan kimia, mikrowave, kompor gas, oven dan autoclave untuk sterilisasi mdia, peralatan gelas dan peralatan lain. Dalam pembuatan media kultur, bahan-bahan kimia yang digunakan harus yang bertaraf analitik dan penimbangannya harus baik dan benar. Agar lebih akurat, dalam pembuatan media harus dilakukan tahap demi tahap dan bahan-bahan yang digunakan harus di ”checklist”.

Air yang digunakan dalam pembuatan media harus berkualitas tinggi yang mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Air ledeng atau sumur tidak digunakan untuk pembuatan media karena mengandung kation-kation (amonium, kalsium, besi, magnesium natrium), anion-anion (bikarbonat, klorida, flourida, fosfat), mikroorganisme (algae, jamur, bakteri), gas-gas (oksigen, CO2, nitrogen) dan bahan-bahan lain (minyak, bahan organik).

Ruang Transfer

Teknik kultur jaringan dapat berlangsung dengan sukses apabila dilakukan di bawah kondisi laboratorium yang sangat bersih. Oleh karena itu pemindahan atau transfer biakan dikerjakan dalam ruang transfer steril atau laminar air flow. Laminar air flow yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah tipe horizontal dan dirancang dengan mempunyai ruangan yang bebas dari partikel debu yang halus dan dilengkapi dengan sinar ultra violet (UV) serta unit penyaring udara. Penyaring udara harus mempunyai filter udara dengan efisiensi tinggi atau ”high-efficiency particulate air” (HEPA filter). HEPA filter harus mempunyai pori sekitar 0.3 µm dengan efisiensi kerja berkisar 99.97 – 99.99%. Semua permukaan ruang kerja dalam laminar harus dirancang dan mempunyai konstruksi sedemikian rupa sehingga debu dan mikroorganisme tidak dapat berakumulasi dan permukaan tempat kerja dapat mudah dibersihkan dan didisinfeksi.

Ruang Kultur

Semua jenis kultur harus disimpan dalam tempat yang terkontrol baik temperatur, sirkulasi udara, kelembaban maupun kualitas dan lamanya cahaya. Faktor-faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan diferensiasi biakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kultur protoplas, suspensi sel dan kultur anther adalah yang paling sensitif terhadap kondisi lingkungan. Suhu ruang kultur untuk pertumbuhan umumnya berkisar antara 15o–30oC, dengan fluktuasi kurang dari ±0.5oC; tetapi kisaran suhu yang lebih besar mungkin diperlukan untuk tujuan percobaan. Ruang kultur harus mempunyai pencahayaan hingga 10.000 lux. Suhu dan cahaya harus dapat diprogram selama 24 jam. Ventilasi udara harus baik dengan kelembaban berkisar 20-98%.

PERALATAN DALAM LAB KJT

Peralatan yang diperlukan dari suatu laboratorium umumnya adalah sebagai berikut :
a. Hot plate/magnetic stirrer atau kompor
b. Peralatan gelas (gelas ukur, erlenmeyer) atau stainless steel untuk memanaskan dan melarutkan media
c. Alat sterilisasi dengan tekanan uap (autoclave)
d. pH meter
e. Timbangan (analitical dan bench top loading)
f. Gelas ukur gradual
g. Botol kultur dengan penutupnya
h. Alat diseksi (spatula, scalpel (pinset), forcep, gunting)
i. Refrigerator
j. Distiling unit atau water deionizer
k. Oven
l. Mikroskop
m. Pipet ukur
n. Laminar air flow
o. Bahan kimia yang diperlukan untuk pembuatan media

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN KJT

1. Genotip tanaman
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.

Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.

2. Media kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.


a. Komposisi media.
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis.
b. Komposisi hormon pertumbuhan.
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan. Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC.
c. Keadaan fisik media.
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama; eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap; dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur; eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi; dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.

3. Lingkungan Tumbuh
a. Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.

Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan.


b. Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.
c. Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya. Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah. Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.

4. Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.

Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.

BAB I
PEMBUATAN MEDIA PADAT MURASHIGE-SKOOG

A. TEORI
Sebelum menguraikan cara membuat medium kultur jaringan, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan tanaman. Unsur yang dibutuhkan oleh jaringan tanaman dikelompokkan menjadi dua, yaitu garam-garam anorganik dan zat-zat organik.
1. Garam-garam anorganik
Setiap tanaman paling sedikit membutuhkan 16 unsur untuk pertumbuhan yang normal. Tiga unsur diantaranya adalah C, H, O yang diambil dari udara. Sedangkan 13 unsur lainya berupa pupuk yang dapat diberikan melalui akar, yaitu dengan menambahkannya pada medium agar. Unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar disebut unsur makro, sedang dalam jumlah kecil disebut unsur mikro.
2. Zat-zat organik
Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam medium kultur jaringan adalah sukrosa, myo-inositol, vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh. Sebagai bahan tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa, eksrak ragi, pisang, tomat, dan lain-lain.
Media kultur jaringan mengandung komponen yang dapat dibagi menjadi golongan :
1. Elemen anorganik makro
2. Elemen mikro
3. Sumber besi
4. Suplemen organik (vitamin)
5. Sumber karbon
6. Suplemen organik (zat pengatur tumbuh tanaman )

Unsur-unsur makro biasanya diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O dan KH2PO4. Sedangkan unsur mikro biasa diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, H3BO3, KI, NaMoO4, CuSO4.5H2O dan CoCl2.6H2O.


1. Membuat Larutan Stok Hara Makro
Larutan stok untuk hara makro dapat dijadikan dua, dengan memisahkan CaCl2.2H2O dalam stok tersendiri. Stok makro MS dengan kepekatan 10 kali lebih pekat berisi 16,5 g NH4NO3, 19 g KNO3, 3,7 g MgS04.7H20, dan 1,7 g KH2PO4 per liter air. Membuat larutan stok hara makro dilakukan dengan cara sebagai berikut.
- Siapkan gelas piala ukuran 1 liter yang diisi dengan 500 ml akuades.
- Timbang setiap komponen makro, lalu masukkan dan larutkan satu demi satu. Untuk menghindari terjadinya endapan, hendaknya jangan memasukkan beberapa komponen media sekaligus.
- Setelah semua komponen media larut, tambahkan akuades sampai volume akhir menjadi 1000 ml dengan menggunakan labu ukur atau gelas ukur. Penggunaan gelas piala untuk pengukuran secara akurat sangat tidak dianjurkan.
- Pada saat membuat media, larutan stok hara makro yang diambil adalah sebanyak 100 ml per liter media.
2. Membuat Larutan Stok Ca
Stok Ca dengan konsentrasi 100 kali lebih pekat berisi 44 g CaCl2.2H20 per liter air atau 22 g per 500 ml air. Stok Ca perlu dipisahkan dengan stok hara makro lainnya, karena akan terjadi pengendapan jika dijadikan satu. Cara membuat larutan stok Ca lebih mudah, karena hanya berisi satu zat saja. Caranya, siapkan gelas piala ukuran 1 liter yang telah diisi sekitar 400 ml akuades, lalu masukkan 22 g CaCl2.2H20 dan aduk sampai larut. Setelah itu, masukkan larutan tadi ke dalam labu takar berukuran 500 ml, lalu tambahkan akuades hingga volumenya 500 mL Setelah larutan ditambah dengan akuades hingga volume akhir, larutan stok perlu diaduk lagi saat membuat media kultur, larutan stok Ca yang diambil sebanyak 10 ml per liter media.
3. Membuat Larutan Stok Mikro A, Mikro B, Vitamin, dan Mioinositol
Pembuatan larutan stok mikro A, mikro B, vitamin, dan mio-inositol dilakukan sama seperti pembuatan stok makro. Komponen media ditimbang dan dilarutkan ke dalam akuades satu demi satu sampai larut dan ditambah akuades sampai volume tertentu dalam labu ukur, lalu diaduk kembali.

Pada saat membuat media kultur, larutan stok mikro A yang diambil sebanyak 10 ml per liter media. Sementara itu, larutan stok mikro B dan vitamin yang diambil masing¬masing sebanyak 1 ml per liter media. Larutan mio-inositol yang diambil sebanyak 20 ml per liter media.

4. Membuat Larutan Stok Besi (Fe)
Pembuatan larutan stok besi (Fe) sedikit berbeda dengan pembuatan larutan stok lainnya. Untuk mencegah terjadinya pengendapan, setiap komponen (FeSO4 dan Na2EDTA) dilarutkan secara tersendiri dalam gelas piala yang terpisah. Contohnya, volume larutan stok akhir yang dibuat sebanyak 1.000 ml, maka FeSO4 dilarutkan dalam 400 ml akuades dan Na2EDTA juga dilarutkan dalam 400 ml akuades dalam gelas piala lain. Pelarutan Na2EDTA sebaiknya dilakukan dengan mengaduk sambil dipanaskan.
Setelah kedua larutan homogen, sedikit demi sedikit kedua larutan dicampur sambil diaduk. Setelah itu, dengan menggunakan labu takar, volume akhir larutan dibuat men¬jadi 1.000 ml dengan menambahkan akuades. Larutan stok Fe yang benar akan berwarna kuning muda dan jernih. Untuk mencegah terjadinya oksidasi, larutan stok Fe harus disimpan dalam botol berwarna gelap atau botol yang dibungkus dengan aluminum foil. Pada saat membuat media kultur, larutan stok besi yang diambil sebanyak l0 ml per liter media. Semua larutan stok sebaiknya disimpan di dalam lemari es.
Misal :
Akan dibuat larutan stok makro nutrien dengan volume 1000 ml (20 kali konsentrasi). Maka untuk membuat larutan persediaan / L media yaitu :
Penimbangan 20X dilarutkan sampai 1000 ml = 1000 / 20 = 50 ml / L
jadi untuk membuat 1L media MS, volume yang diambil adalah 50 ml.

5. Pembuatan Larutan Stok Auksin (2,4-D)
1. Menimbang 2,4-D sebanyak 100 mg, kemudian masukkan ke dalam gelas piala yang diberi akuades sedikit. Teteskan sedikit demi sedikit NaOH 1 N ke dalam gelas tadi sambil diaduk hingga larut.
2. Tambahkan akuades hingga volume mendekati 70 mL, diaduk kembali kemudian tepatkan volume menjadi 100 mL.
3. Pindahkan larutan tersebut dalam Erlenmeyer kemudian tutup rapat dengan aluminium foil, diberi label dan disimpan dalam kulkas.
4. Penggunaan: 1 mg atau 1 ppm ( 1 L media) diambil 1 mL  1mL/L media (1 ppm)
6. Pembuatan Larutan Stok Sitokinin (BAP)
1. Menimbang bahan sebanyak 100 mg, kemudian masukkan ke dalam gelas piala yang diberi akuades sekitar 50 mL. Teteskan sedikit demi sedikit HCl 1 N ke dalam gelas tadi sambil dipanaskan dan diaduk hingga larut.
2. Tambahkan akuades hingga volume mendekati 70 mL, diaduk kembali kemudian tepatkan volume menjadi 100 mL.
3. Pindahkan larutan tersebut dalam Erlenmeyer kemudian tutup rapat dengan aluminium foil, diberi label dan disimpan dalam kulkas.
4. Penggunaan: 1 mg atau 1 ppm ( 1 L media) diambil 1 mL 1mL/L media (1 ppm)
Selain media racikan, ternyata sekarang sudah tersedia juga media MS kemasan sehingga tidak perlu lagi menimbang satu per satu dan membuat larutan stok. Dalam pembuatannya lebih mudah, lebih cepat, dan labih hemat. Cara pembuatannya akan dijelaskan kemudian.
Media KJT alternatif yang lain juga ada, yaitu menggunakan bahan-bahan organik seperti air kelapa, pupuk seimbang (Hiponex, Gandasil D, Vitabloom D), taoge, buncis, kentang, dan ubi. Dengan media organik tersebut biaya produksi hanya Rp 400/tanaman, sedangkan dengan MS dan bahan-bahan murni Rp 1000/tanaman.

B. BAHAN
1. Media MS kemasan
2. Larutan persediaan zat pengatur tumbuh tanaman (kinetin, 24 D, NAA, BAP)

C. ALAT : Gelas piala, Gelas pengaduk, Erlemeyer, Labu takar 100 ml, Pipet volume, Hot Plate Magnetic stirrer, Gelas ukur, Timbangan, Autoclave
D. CARA KERJA PEMBUATAN MEDIA
1. Media MS Kemasan
a. Pertama kali siapkan larutan aquadest sebanyak 250 ml diukur dengan gelas ukur (gunakan menggunakan gelas ukur ukuran 25 ml dan 100 ml ) kemudian masukkan ke dalam backer glass ukuran 500 ml. Setelah siap lalu masukkan serbuk media MS siap pakai dan kemudian diaduk hingga larut semua (untuk lebih cepatnya mengaduknya memakai hot magnetic stirer sehingga warna aquadest menjadi agak kekuningan.
b. Setelah media MS dilarutkan kemudian masukkan gula sebanyak 30 gram dan diaduk sampai larut semua dan agar lebih cepat digunakan hot magnetic stirer kalau perlu juga dipanaskan untuk mengaduknya.
c. Langkah selanjutnya pindahkan larutan ini ke dalam erlenmeyer ukuran 1000 ml kemudian tambahkan serbuk agar.
d. Selanjutnya tambahkan larutan aquadest sampai volume mencapai ukuran 1000 ml.
e. Setelah itu masak sampai mendidih dan agar larut semua.
f. Kemudian media yang sudah masak ini ditambahkan larutan PPM (Plant Preservative Mixture ) dan hormon sesuai dengan kebutuhan.
g. Selanjutnya ukur pH media dengan menggunakan pH stick yang elektric atau menggunakan kertas pH dan diukur pada pH 5,8 sd 6,0 ( karena saat autoclaf pH akan turun ± 0,2 sehingga setelah autoclaf diharapkan pH akan menjadi antara 5,6 sd 5,8 ).
h. Kemudia larutan media dibagi ke dalam botol-botol kultur yang sudah disiapkan dan setelah dimasukkan ke dalam botol kultur lalu botol ditutup dengan rapat menggunakan aluminium foil dan diberi label nama medianya.
i. Masukkan botol-botol kultur yang telah berisi media tersebut ke dalam autoclaf lalu autoclaf ditutup lalu autoclaf dipanaskan sampai pada suhu 121ºC dan tekanan 15 pound per inchi persegi selama 15 menit.
j. Setelah autoclaf selesai tunggu hingga tekanan menjadi 0 dan tunggu sampai autoclaf dingin, setelah dingin autoclaf bisa dibuka dan botol-botol yang berisi media bisa dikeluarkan dan diletakkan di ruang inkubasi pertama ( tempat penyimpanan media ).
k. Tunggu media dalam botol dingin dan menjadi padat dan karena menggunakan PPM maka media sekitar 3 jam atau setelah media dingin dan padat siap untuk digunakan untuk menanam eksplan.

BAB II
STERILISASI

A. TEORI
Pengerjaan Kultur Jaringan Tanaman membutuhkan pengerjaan secara aseptik. Alat-alat dan medium ataupun eksplan yang akan digunakan harus disterilkan terlebih dahulu.
1. Sterilisasi alat penabur (LAFC)
Sebelum digunakan LAF harus disterilkan dengan cara : pertama bagian dalam LAF disemprot menggunakan hand sprayer berisi alkohol 70% kemudian dilap dengan tissue. Selanjutnya lampu UV dinyalakan dan dibiarkan sekitar 1-2 jam. 0,5 jam sebelum dipakai LAF dihidupkan blowernya sampai pekerjaan di dalam LAF selesai.
2. Sterilisasi alat dan medium
Alat-alat dan medium yang akan digunakan harus disterilkan terlebih dahulu, dengan menggunakan teknik sterilisasi pemanasan basah, yaitu dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121o C, tekanan 15 lb, 20-30 menit untuk alat dan 15 menit untuk medium.
3. Sterilisasi Eksplan
Tehknik sterilisasi dapat digunakan dengan sterilisasi mekanis dan kimiawi. Bahan kimiawi yang dapat diguanakan antara lain : Na Hipoklorid, Merkuri klorid (sublimat), Alkohol 70%.

Teknik sterilisasi dapat dilaksanakan dengan beberapa metode. Metode sterilisasi yamg sering digunakan dalam pengerjaan kultur Jaringan adalah :

1. Pemanasan Kering
Metode ini digunakan untuk alat gelas, alat logam, atau alat lain yang tidak hangus pada pemanasan tinggi. Benda yang mengandung kapas, atau plastik tidak dapat disterilkan dengan metode ini. Metode ini membutuhkan suhu 160o C, dan waktu 4 jam. Benda yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas alumunium Heavy duty.
2. Pemanasan Basah
Prosedur ini membutuhkan autoklaf dengan suhu 121oC waktu 20-30 menit.
3. Ultra Filtrasi
Beberapa komponen media misalnya IAA, vitamin, tidak stabil dalam pemanasan. Karena itu untuk senyawa yang demikian itu sering disterilkan dengan menggunakan ultra filtrasi. Diameter lubang dari filter untuk sterilisasi metode ini adalah 0,22 mikron.
4. Sterilisasi Kimiawi
Permukaan area kerja biasanya disterilkan dengan etanol (70%) atau isopropanol (70%). Sering juga disediakan wadah berisi etanol untuk mensterilkan alat-alat sebelum digunakan, yang kemudian dipijarkan di atas lampu spiritus. Bahan tanaman yang akan ditanam biasanya juga disterilkan dengan metode ini, yaitu dengan menggunakan 0,5% NaOCl atau larutan kalsium hipoklorit. Sering juga digunakan larutan sublimat. Setelah dikenakan pada larutan sterilan, eksplan harus dibilas beberapa kali, terutama bila yang digunakan adalah larutan sublimat. Beberapa peneliti menggunakan metode sterilisasi dua tahap, yaitu dilakukan prasterilisasi dengan cara memasukkan dalam alkohol (70%) dan digojog selama 2-3 menit sebelum dilakukan sterilisasi dengan larutan NaOCl.
5. Antibiotik
Sterilisasi dengan larutan antibiotik bila tidak terpaksa, tidak dilakukan, karena diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan eksplan.

B. BAHAN : Kertas Alumunium Heavy duty dan Air/ akuades
C. ALAT : Erlenmeyer 500 ml, Cawan Petri, Gagang Skalpel, Pinset, Gelas piala 500 ml

D. CARA KERJA
1. Isi 1 buah Erlenmeyer 250 ml dengan akuades. Tutup dengan baik Erlenmeyer tersebut dengan kertas alumunium.
2. Bungkus gagang skalpel, cawan Petri, dan pinset dengan kertas payung.
3. Masukkan (1 dan 2) kedalam autoklaf, kemudian sterilkan pada suhu 121oC selama 30 menit/dalam oven suhu 1700C 2 jam.
4. Setelah disterilkan, ambil dan simpan dalam tempat yang tersedia.

BAB III
PENANAMAN DALAM MEDIA KULTUR

A. TEORI
Penanaman eksplan dalam media harus juga dilakukan dengan cara-cara aseptik. Selain eksplan dan alat serta media harus steril, pengerjaan harus juga dilakukan dalam lingkungan yang dapat menjaga sterilitas. Untuk itu, penanaman dalam almari aseptis, atau kalau mungkin dalam laminar air flow. Permukaan tempat bekerja setelah disterilkan terlebih dahulu dengan cara disemprot dengan alkohol 70%.
1. Disinfeksi jaringan yang digunakan sebagai eksplan
Mikroba adalah sumber pencemar pada media. Mikroba baik bakteri maupun jamur akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan eksplan yang kita tanam akibatnya akan merusak kultur. Kehadiran mikroba ini akan merubah lingkungan pertumbuhan dengan cara menghilangkan nutrisi dari medium dan melepaskan produk metabolit ke dalam kultur. Maka dari itu kontaminan apapun harus dihilangkan terlebih dahulu dari eksplan.
Sterilisasi permukaan eksplan sering kali menghadapi kesukaran, misalnya bila permukaanya berambut atau permukaannya berlekuk, sehingga mengandung lubang tempat persembunyian mikroba, yang tidak dapat terpenetrasi oleh larutan penyeteril. Dalam sterilisasi eksplan, yang perlu diperhatikan yaitu harus meminimalkan kerusakan jaringan.
Tanaman yang akan digunakan sebagai sumber eksplan haruslah dipindah kedalam green house atau tempat isolasi lain dengan maksud agar seminimal mungkin terjadi kontak dengan kontaminan dari lingkungan. Karena bagaimanpun, sterilisasi akhir ditentukan oleh keadaan bersihnya tanaman awal. Bagian tanaman yang digunakaan haruslah sehat bebas dari jaringan nekrotik dan muda agar mudah berproliferasi.
Larutan sabun encer atau air mengalir dapat digunakan untuk menghilangkan sebagian besar dari kotoran yang menempel pada perrmukaan eksplan. Pencelupan dalam alkohol 70 % selama 20 detik akan membantu menghilangkan kontaminan (namun harus dilihat keadaan eksplan kemungkinan terjadi luka).
Metode sterilisasi yang paling sering digunakan adalah menggunakan larutan klorin, yaitu larutan hipoklorit. Untuk memudahkan penetrasi pada seluruh permukaan bisa dibantu dengan menggunakan wetting agent. Misal larutan tween (1-2 tetes tiap 100 ml) yang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian eksplan dimasukkan, digojog selama beberapa menit.
Setelah tahap disinfeksi, semua pengerjaan harus dilakukan dalam kondisi aseptik, artinya dilakukan dalam laminar air flow atau enkas atau (kotak steril). Laminar air flow sebelum digunakan disterilkan dengan jalan menyalakan lampu uv selama 2-3 jam sedangkan untuk enkas dinyalakan selam 24 jam. Semua peralatan yang akan dimasukkan dalam almari aseptis atau laminar air flow harus disterilkan terlebih dahulu. Alas dilap dengan alkohol 70% atau larutan penyeteril lain. Jaringan yang telah digojog dengan larutan penyeteril dibilas dengan akuades steril minimal tiga kali.
2. Preparasi bagian tanaman untuk eksplan
Hampir semua bagian tanaman dapat ditumbuhkan dengan kultur jaringan, dan tiap bagian tanaman bisa digunakan sebagai eksplan, tetapi ada bagian khusus yang sering digunakan karena menurut pengalaman mudah ditumbuhkan.
Bagian-bagian yang sering digunakan adalah : tunas, kecambah, ketiak daun, daun, tangkai daun, hipokotil, kotiledon yang melekat pada kecambah dll.

Beberapa contoh pengerjaan dalam sterilisasi eksplan :
1. Perkecambahan biji steril.
a. Masukkan biji kedalam alkohol 70% dalam labu dan gojog selama 2 menit.
b. Buang alkohol dan tambahkan larutan pemutih (Bayclin cs.) 20% atau larutan hipoklorit 5 % atau gunakan 1,2 % larutan nat.hipoklorit gojog selama 15-20 menit. Buang biji yang mengambang.
c. Bilas dengan air steril.
d. Letakkan biji diatas lapis kertas saring yang disterilkan, dalam botol jam. Basahi dengan air steril dan tutup.
2. Tunas, daun, potongan tangkai.
Bagian tanaman diatas tanah disterilkan dengan cara merendam dalam larutan sodium hipoklorit selama 1-3 menit dan bilas dengan air steril tiga kali.
3. Cara-cara diatas hanyalah sekedar contoh, adapun cara preparasi lain silahkan lihat di berbagai pustaka.

Macam-macam Bahan Sterilisasi Eksplan dan Fungsinya

No
Bahan Sterilisasi
Fungsi
1
Deterjen
Membersihkan kotoran/debu dari eksplan
2
Fungisida
Membersihkan jamur/cendawan
3
Bakterisida
Membersihkan bakteri
4
Alkohol 70 % dan 95 %
Desinfektan
5
Sodium hipoklorit (Clorox/Bayclin)
Desinfektan
6
Mercury chlorit (sublimat 0,05 %)
Desinfektan
7
Tween-20
Agen pembasah
8
Antibiotik
Desinfektan
9
Iodine/betadine
Antiseptik

B. BAHAN
a. Bahan eksplan
b. Sterilan (missal: NaOCl)
c. Air
d. Media perkalusan

C. ALAT
a. Erlenmeyer berisi air yang telah disterilkan
b. Petri steril
c. Gagang skalpel steril
d. Skalpel
e. Pinset steril
f. Botol semprot
g. Lampu spiritus
h. LAF

D. CARA KERJA
Sebelum LAF digunakan untuk penanaman eksplan terlebih dahulu disterilkan dengan cara: Sebelum digunakan, LAF harus disterilisasi terlebih dahulu yaitu dengan cara menyalakan lampu UV selama 2-3 jam. Setengah jam sebelum pekerjaan aseptis dilakukan, blower dinyalakan sampai pekerjaan selesai. Permukaan dalam LAF yang digunakan untuk bekerja disterilkan dengan cara disemprot alkohol 70%.

E. KULTUR PUCUK PISANG
Anakan pisang muda yang baru tumbuh dengan daun yang masih menggulung menyerupai pedang (memiliki 2-3 daun) dengan panjang 20-40 cm. Anakan pisang yang sehat dan tumbuh dengan subur dipisahkan dari induknya kemudian dicuci sampai bersih dengan air mengalir dan disabun untuk membuang sisa tanah dan kotoran-kotoran yang melekat pada anakan pisang. Anakan pisang lalu disemprot dengan alcohol 70%, pelepah-pelepah daun terluar (2-3 lapis) dikupas satu persatu sambil disemprot dengan alcohol 70%. Bagian bonggol dan pucuk dipotong sampai diperoleh eksplan sepanjang sekitar 5 cm. Bagian ini dibawa ke dalam LAF lalu disterilkan dengan Bayclin 5% selama 10-15 menit lalu dibakar di atas lampu spiritus selama 1 menit. Bahan eksplan dikupas secara aseptic, bagian yang mengandung meristem dibelah (2-4 bagian) dan dikulturkan dalam media yang sudah disiapkan. Kultur diletakkan dalam rak-rak kultur.

F. KULTUR PISANG DARI JANTUNG PISANG
Sumber eksplan adalah jantung pisang. Jantung pisang dipotong dari tandan pisang yang buah partenokarpinya telah mencapai jumlah 6-9 sisir per tandan. Pohon pisang yang diambil jantungnya adalah pertumbuhannya baik, tidak terserang penyakit, dan kondisi buahnya baik. Jantung pisang tersebut dibuang 2 kelopak beserta jari bunganya, kemudian disemprot dengan alcohol 95% dan dibuang kembali 1 kelopak juga beserta jari bunganya, lalu dibawa ke LAF dan disemprot dengan alcohol 95% dan dilepas kelopaknya. Jari bunga pisang dilepaskan dari petalanya, lalu dipisah satu per satu. Eksplan yang digunakan adalah bagian ujung bakal buah yang diperoleh dengan cara membuang bagian pangkal bakal buah dan tangkai sarinya. Eksplan tersebut ditanam dalam botol kultur lalu diiinkubasi dalam ruang kultur.

G. CARA KERJA PENUMBUHAN KALUS
1. Dibuat larutan sterilan (Natrium Hipoklorit) dengan konsentrasi tertentu.
2. Eksplan yang ada, bersihkan dalam air mengalir, buang bagian yang jelek dan rusak (nekrosis atau berpenyakit).
3. Eksplan dimasukkan kedalam sterilan, gojog selama 3 menit.
4. Bilas eksplan sampai 3 kali dengan air suling steril, kemudian potong-potong sehingga didapatkan eksplan yang siap tanam. Hal ini dilakukan dalam petri.
5. Tanam eksplan secara aseptik didalam media steril yang telah disiapkan.
6. Media yang telah ditanami eksplan diberi penandaan berisi tanggal penanaman, spesifikasi.
7. Simpan dalam inkubator
8. Amati pertumbuhan yang terjadi
H. CARA KERJA PERTUMBUHAN TUNAS
Adapun cara kerja pertumbuhan tunas sama dengan cara di atas, hanya saja media yang digunakan adalah media pertunasan (yang mengandung sitokinin). Tanamlah tangkainya, daun, dan ketiak daun kemudian bandingkan hasilnya.

BAB IV
AKLIMATISASI PLANTLET

A. TEORI
Di atas telah dijelaskan bahwa mikropropagasi dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini bukan hanya menjelaskan prosedur mikropropagasi, namun juga menjelaskan saat perubahan pada lingkungan kultur misalnya perubahan komposisi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam media.
Ada lima tahapan dalam mikropropagasi, yakni:
1. Tahap 0: tahap persiapan (preparasi).
2. Tahap 1: tahap induksi (pemacuan).
3. Tahap 2: tahap multiplikasi (perbanyakan).
4. Tahap 3: tahap pengakaran.
5. Tahap 4: tahap transplantasi (pemindahahan) ke media terrestrial/Aklimatisasi

Tahap 0: tahap persiapan (preparasi), Seleksi dan Persiapan Pohon Induk
Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan. Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama atau penyakit. Kadang-kadang pohon induk atau bagian tanaman yang akan diambil sebagai eksplan perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil.
Perlakuan-perlakuan tersebut antara lain :
a. Penaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan,
b. Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi dalam kondisi in-vitro,
c. Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh virus atau bakteri,
d. Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman, dll.
Pada permulaan pengerjaan kultur jaringan problem terbesar yang dihadapi adalah mengatasi kontaminasi. Tempat pengambilan eksplan sangat berpengaruh besarnya resiko kontaminasi oleh infeksi jamur. Eksplan yang diambil dari rumah kaca yang terjamin kondisi kehegienisannya akan jauh dapat mengurangi resiko terkontaminasi oleh infeksi jamur dibanding bila eksplan diambil dari lapangan. Namun ada yang lebih sulit untuk menghindari kontaminasi terhadap bakteri, karena sering sulit untuk membedakan apakah kontaminasi tersebut berasal dari bakteri endogin atau eksogin.
Idealnya tanaman induk yang akan dijadikan sebagai eksplan sebaiknya ditanam di dalam rumah kaca yang terjaga kehegienisannya. Ini tidak hanya dapat mereduksi populasi jumlah mikroorganisme yang hidup di permukaan tanaman, tetapi juga membantu untuk memproduksi tanaman berkualitas.
Pada tahap 0 termasuk juga beberapa intervensi yang dapat membuat eksplan lebih sesuai atau lebih siap sebagai material awal.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tanaman induk kultur jaringan adalah cahaya, temperatur dan zat pengatur tumbuh.
Cahaya. Pada tanaman petunia yang diberi perlakuan cahaya sinar merah dengan panjang gelombang 640-700 nm pada sore hari dapat memacu pertumbuhan percabangan sedangan pada tanaman yang disinari dengan panjang gelombang 700-795 nm menyebabkan pertumbuhan tumbuhan tunas terminal yang tegak dan tidak menghasilkan tunas horizontal. Lebih jauh, jika helaian daunnya digunakan sebagai eksplan pada perlakuan panjang gelombang 640-700 nm akan dapat memproduksi lebih banyak tunas per eksplan dibandingkan pada eksplan yang berasal dari tanaman yang diberi perlakuan dengan panjang gelombang 700-795 nm.
Temperatur. Umbi lapis (bulbus) tanaman kebanyakan mengalami dormansi, untuk memecahkan dormansi dan memacu pertumbuhan perlu adanya perlakuan penyimpanan di dalam ruang dingin dengan temperatur 4oC untuk umbi bunga lili. Perlakuan temperatur dingin juga dapat memacu pertumbuhan anak umbi (bulblet) yang lebih berat pada tanaman hyacin setelah disimpan selama 70 hari pada suhu 15oC.
Zat pengatur tumbuh. Adanya BA pada perkecambahan biji Brassica campestris, dapat menyebabkan kotiledon yang diambil dari perkecambahan tersebut akan lebih mudah melakukan regenerasi lebih efisien. Untuk menambah respon eksplan tanaman kayu, tanaman induk dapat diperlakuan dengan larutan sucrose, 8-hydroxyquinoline citrate, BA dan GA3.

Tahap 1: tahap awal atau induksi (Inisiasi)
Tahap awal ini amat sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali terlihat dari keberhasilan penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari segala kontaminan) dan harus diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai tujuan penanamannya (misalnya: perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas, atau pertumbuhan kalus pada eksplan). Setelah 1 – 2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri atau jamur (baik pada media maupun eksplannya) dibuang. Tahap ini selesai dan kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila eksplan yang tidak terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya tunas lateral atau tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi berat atau yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu dapat ditanam pada media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya mengandung gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak terkontaminasi sebelum diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi.
Tujuan dari tahap ini adalah memproduksi kultur axenic. Untuk kebanyakan pekerjaan mikropropagasi, eksplan yang dipilih adalah tunas aksilar atau terminal; hanya pada tanaman terbatas eksplan yang digunakan dapat dari potongan daun seperti pada Begonia dan Saintpaulia (African violet) atau perbungaan pada tanaman Gerbera spp. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah:
a. Umur tanaman induk
b. Umur fisiologis dari eksplan
c. Tahap perkembangan dari eksplan
d. Ukuran dari eksplan.
e. Reaksi hipersensitif:
Ketika jaringan tanaman diekspos pada situasi stress seperti luka mekanikal, metabolisme fenolik komplek tersimulasi. Intervensi ini menyebabkan reaksi hipersensitif, seperti:
a. Melepaskan isi sel-sel yang rusak.
b. Reaksi-reaksi di dalam sel-sel tetangganya tetapi tanpa menunjukkan gejala adanya luka itu sendiri.
c. Dan / atau mati premature dari sel-sel yang spesifik dalan lingkungan luka atau tempat infeksi.
Pada umumnya metabolisme fenolik komplek mempunyai 3 tipe reaksi dalam merespon stress atau luka, yakni:
d. Oksidasi dari terbentuknya fenolik komplek (mumculnya senyawa quinon dan material polymerisasi).
e. Pembentukan turunan monomerik.
Pembentukan turunan polimer fenolik. Pembentukan monomer fenolik di dalam jaringan dapat memacu untuk mengakumulasi sejumlah besar produk, atau munculnya produk baru yang berperan dalam mekanisme proteksi dari jaringan yang luka. Peranan dari pruduk ini dapat membentuk pembatas fisik melawan invasi (seperti lignin), atau senyawa inhibitor dari pertumbuhan mikrobia (seperti quinon atau fitoalexin).
Umumnya, jaringan mengandung senyawa fenolik komplek berkonsentrasi tinggi, maka jaringan tersebut sulit untuk dikulturkan. Senyawa fenol adalah produk yang labil dan sangat mudah teroksidasi dan fenol teroksidasi dapat menjadi fitotoksit.
Strategi untuk mereduksi atau menghilangkan senyawa fenolik komplek tersebut adalah:
a. Mencuci atau membersihkan pruduk senyawa fenolik komplek dengan membersihkannya dengan merendam kedalam air pada jangka yang panjang atau mengabsorbsinya dengan arang aktif atay senyawa polyvinylpyrrolidone).
b. Menghambat kerja enzim fenolase menggunakan agen khelat.
c. Mereduksi aktifitas fenolase dan kemampuan substrat dengan menggunakan pH rendah, dengan penambahan senyawa antioksidan seperti: asam askorbat, asam sitrat atau menginkubasikan kultur di dalam ruang gelap.
d. Mereduksi terjadinya stress pada eksplan, terutama pada waktu sterilisasi atau penanaman, induk tanaman yang higienis dapat mengurangi stress.
e. Penggunaan mikroelemen tertentu dapat menyetimulasi terbentuknya senyawa fenol, seperti Mn2+ (berperan sebagai cofactor peroksidasi) dan Cu2+ (merupakan bagian dari enzim fenolase komplek). Oleh karena itu untuk jaringan yang menghasilkan fenolik komplek berlebihan disarankan untuk mengurangi konsentrasi atau tidak menggunakan unsur tersebut dalam media.
f. Menginkubasikan kultur dalam ruangan yang bersuhu rendah.
g. Sebaiknya sebelum eksplan ditanam pada media perlakuan ditempatkan pada media tanpa zat pengatur tumbuh untuk mengurangi terjadinya pencoklatan atau penghitaman pada eksplan.

Tahap 2 : Tahap perbanyakan (Multiplikasi)
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap I pada tahap II dipindahkan pada media yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak yang selanjutnya pada tahap III nanti tunas-tunas tersebut dipindahkan pada media pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar.
Pada tahap ini, eksplan dapat juga membentuk kalus (callogenesis) atau membentuk tunas (caulogenesis). Pada pertumbuhan kalus sering dihasilkan embrioid dan setiap embrioid nantinya akan membentuk individu tanaman baru (somatic embriogenesis), atau kadang memproduksi meristemoid yang akan tumbuh menjadi tunas (organogenesis). Callogenesis sering menimbulkanterjadinya aberasi genetik yang dikena dengan istilah variasi somaklonal, sehingga tanaman yang dihasilkan tidak identik dengan tanaman induknya.
Cara lain yaitu tengantung dari jenis organ yang digunakan sebagai eksplan, seperti pada tanaman Saintpaulias dan Begonia rex, eksplan yang digunakan biasanya berupa: akar, daun atau tangkai daun, akan dihasilkan tunas yang dikenal dengan istilah tunas advintif. Tanaman yang dihasilkan dari tenik ini adalah identik dengan induknya. Jarang terjadi abnormalisasi genetic apabila digunakan tunas ketiak atau ujung sebagai eksplan asal melalui pertumbuhan caulogenesis..
Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahapan ini, tunas yang dihasilkan dipotong-potong dengan teknik single-node/ multiple node culture maupun dengan mengambil pucuknya sebagai eksplan untuk perbanyakan. Bahan tersebut kemudian ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi yang lebih tinggi dari auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media tanpa agar), semi padat maupun media padat. Dengan modifikasi media yang sesuai, tunas-tunas baru akan tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini umumnya dilakukan sebanyak 8 – 10 kali sehingga akan dapat dihasilkan sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas tersebut selanjutnya dibesarkan atau diakarkan pada tahap mikropropagasi berikutnya.

Tahap 3 : Persiapan plantlet sebelum aklimatisasi (tahapan pengakaran)
Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan ke 2 tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi in-vivo. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke media terrestrial pada tahap IV antara lain, adalah:
(1) Media untuk pengakaran dan perpanjangan tunas. Media perakaran yang digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang dihasilkan pada tahap II disimpan pada media tanpa ZPT dengan kelembaban yang sangat tinggi.
(2) Individu tunas (propagul) disubkultur ke media dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan menambah konsentrasi auxin serta kadang dengan mengurangi konsentrasi senyawa anorganik. Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat dilakukan dengan cara menempakan tunas hasil tahap II (propagul) diletakan pada aerasi media cair lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara memindahkan propagul ke media yang berisi auxin selama 1-2 hari, kemudian disubkultur lagi ke media tanpa auxin (induksi akar dipacu oleh adanya auxin, tetapi pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auxin dalam media). Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auxin) sebentar dan selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auxin.
(3) Tahapan pemanjangan ini dapat ditempuh dengan cara meletakan propagul medium agar tanpa atau dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin selamas 2-4 minggu. Pada beberapa tanaman menggunakan penambahan GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lainnya seperti teknik sebelumnya.
(4) Penggunaan media praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis misalnya penggunaan media dengan konsentrasi gula rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon dioksida, dll.

Tahap 4 : Aklimatisasi
Tahapan aklimatisasi merupakan tahap pemindahan plantlet dari kondisi in-vitro ke kondisi in-vivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantlet yang dihasilkan dapat mati/musnah. Plantlet dikeluarkan dari botol dan agar yang melekat pada akarnya dibersihkan, direndam dalam larutan fungisida, lalu ditanam dalam kompos atau medium porous yang bersih untuk merangsang pembentukan akar-akar serabutnya. Untuk mencegah kematian plantlet akibat transpirasi, plantlet disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan diletakkan ditempat yang ternaungi dengan intensitas cahaya 30 %. Pada kasus tertentu, daun tanaman disemprot dengan anti transpirant (misalnya Abscicic acid) untuk mencegah penguapan yang terlalu besar dari daun. Secara perlahan, kelembaban dikurangi dan intensitas cahaya ditambah untuk merangsang fotosintesis.
Untuk anggrek, sekitar 7-8 bulan setelah berkecambah, anakan anggrek siap dikeluarkan dari dalam botol. Sedling yang siap dikeluarkan mempunyai akar yang banyak dan kelihatan kokoh. Mengeluarkan sedling dari dalam botol harus berhati-hati. Sedling yang dikeluarkan dari botol sering tidak bisa beradaptasi ketika dipindahkan ke kompot karena telah terbiasa hidup manja, dengan makanan yang sudah disediakan di dalam botol. Pengeluaran sedling dari dalam botol bisa dilakukan dengan dua cara.
B. BAHAN :
Seedling anggrek, Plantlet pisang, media tanam anggrek (misalnya : moss, pakis cacahan, spagnum atau cacahan arang), media tanam (tanah:pasir:kompos=1:1:1), Benstar 50 WP (fungisida), Agrept 20 WP (bakterisida),air .
C. ALAT : kertas Koran, label, pinset panjang dan pendek/kawat yang dibengkokkan di ujungnya, gunting kecil, baskom/ember, botol soft drink gelas
D. CARA KERJA
1. Seedling Anggrek (Cara I)
a. Siapkan baskom yang berisi air bersih dan steril.
Pecahkan botol di atas baskom. Kaca pecahan botol akan tenggelam dan anakan anggrek akan mengambang di atas permukaan air.
Cuci anakan anggrek hingga bersih dan tidak terdapat agar-agar. Agar-agar yang masih menempel dapat menyebabkan tumbuhnya jamur yang merugikan anggrek. Rendam anakan anggrek di dalam physan (zat anti jamur) dengan dosis 2-3 mg per satu liter air agar tidak ditumbuhi jamur.
Letakkan anakan anggrek di atas Koran dan diangin-anginkan agar bebas dari air. Setelah kering, pindahkan anggrek ke dalam kompot. Satu kompot bisa digunakan untuk 20-40 anakan anggrek, tergantung pada ukuran kompot dan besarnya anakan.
b. Buka tutup botol dan masukkan air sampai setengahnya.
Goyang-goyangkan botol hingga tanaman dan akarnya terpisah dari agar-agar. Keluarkan anakan anggrek menggunakan pinset atau kawat yang ujungnya dibengkokkan membentuk huruf “U”. Caranya dengan mengaitkan dan menarik akar anakan anggrek keluar sampai terjatuh ke dalam baskom yang berisi air bersih dan steril. Langkah selanjutnya sama seperti cara pertama.
c. Memindahkan anakan ke kompot
d. Setelah anakan anggrek dikeluarkan dari dalam botol, langkah selanjutnya adalah menanamnya di kompot. Kompot yang digunakan berdiameter 7, 12, 16, atau 20cm. Kompot tersebut tidak terlalu tinggi atau dalam, tetapi menyerupai cobek (tempat membuat sambal dari tanah liat). Kompot ada yang terbuat dari tanah atau plastik. Media tanam yang digunakan bisa berupa pakis, sabut kelapa, moss (Lumut), akar kadaka dan kulit pinus. Sebelum digunakan, media tersebut harus direbus di dalam air selama 30 menit agar terbebas dari tanin atau zat perangsang pertumbuhan jamur.
Langkah-langkah menanam anakan anggrek dalam kompot sebagai berikut :
a. Potong-potong media tanam (pakis dan serutan kayu sepanjang 5-30 mm; serta kulit pinus, arang, pecahan genting, pecahan batubata, kulit pinus, arang, pecahan genting, pecahan batubata, tempurung kelapa dan sabut kelapa sebesar ibu jari)
b. Isi kompot dengan kerikil dengan pecahan genting sebesar ibu jari sebanyak 1/3 pot.
c. Isi kompot dengan media tanam sampai sekitar 2 cm di bawah bibir kompot.
d. Pindahkan anakan anggrek satu persatu ke dalam kompot. Satu buah kompot bisa memuat 20-40 anakan anggrek, tergantung pada besarnya kompot dan besarnya anakan anggrek.
e. Semprotkan pupuk cair organik atau tambahkan pupuk organik untuk meningkatkan nutrisi 1-2 kali seminggu. Dengan dosis 2 g atau 2 ml dalam 1 liter air.
f. Letakkan kompot di tempat teduh yang hanya menerima cahaya matahari langsung sekitar 20%.
g. Lakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban media tanam.
h. Setelah anakan anggrek tumbuh agak tinggi, lakukan penjarangan dengan cara memindahkan anakan anggrek yang berasal dari satu kompot ke dalam 3-5 kompot.
i. Setelah akar tumbuh baik, tingkatkanlah pencahayaan matahari secara bertahap.
Memindahkan anggrek ke dalam pot
Setelah tumbuh cukup besar dengan tinggi sekitar 5 cm, anggrek siap dipindahkan ke dalam pot tunggal.
Cara memindahkannya sebagai berikut:
a. Potong-potong media tanam (pakis dan serutan kayu sepanjang 5-30 mm; serta kulit pinus, arang, pecahan genting, pecahan batubata, kulit pinus, arang, pecahan genting, pecahan batubata, tempurung kelapa dan sabut kelapa sebesar ibu jari).
b. Isi pot dengan kerikil atau pecahan genting sebesar ibu jari sebanyak 1/3 pot. Pot yang digunakan bisa berukuran sedang dengan diameter 7 atau 12 cm.
c. Isi pot dengan media tanam sampai sekitar 2 cm di bawah bibir pot.
d. Pindahkan anakan anggrek 1 per 1 ke dalam pot (1 tanaman 1 pot).
e. Tambahkan pupuk organik atau anorganik sesuai dengan aturan untuk menambah nutrisi. Pupuk organik berbentuk cair diaplikasikan dengan cara penyemprotan 1-2 kali seminggu.
f. Letakkan pot di tempat teduh dan hanya menerima cahaya matahari langsung sekitar 20%.
g. Lakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban media tanam
h. Setelah anggrek cukup besar dan dapat beradaptasi, intensitas cahaya matahari dapat ditingkatkan secara bertahap.
2. Seedling Anggrek (Cara II)

PERSIAPAN
Sebelum kita melaksanakan aklimatisasi bibit anggrek dari botol, seyogyanya kita mempersiapkan bahan-bahan, alat dan bibit botolan yang akan kita akimatisasi. Bibit botolan terpilih yang akan kita aklimatisasi, sebaiknya dikenalkan pada lingkungan yang akan digunakan untuk aklimatisasi yaitu dengan menempatkan bibit botolan di bakal lingkungan barunya (umumnya beratap) nanti selama beberapa waktu (1 minggu–1 bulan). Ini akan membantu meningkatkan kemampuan adaptasi bibit karena umumnya lingkungan baru di luar botol, memiliki intensitas cahaya, suhu lingkungan yang lebih kuat. Media tanam yang digunakan (misalnya : moss, pakis cacahan, spagnum atau cacahan arang) disterilisasi atau dimasak agar jamur, bakteri atau organisme pengganggu dapat dihilangkan dari media, sekaligus juga agar media lebih masak / lunak sehingga hara pada media itu mudah diserap bibit tanaman. Kadang juga ada yang menambahkan pupuk dengan dosis yang rendah sebelum media ditiriskan/dihilangkan dari air yang untuk memasak. Siapkan pot yang akan digunakan untuk menumbuhkan bibit yang dikeluarkan dari botol, usahakan merupakan pot baru, menyangkut jumlah dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan. Pot dapat berupa pot plastik atau tanah, dapat pula diganti dengan keranjang plastik, gelas aqua, atau krat kayu. Untuk yang terbuat dari tanah, sebelum digunakan direndam air terlebih dahulu agar tidak menyerap air dari media..
PEMILIHAN BIBIT
Pemilihan menyangkut jenis bibit anggrek sangat tergantung kesukaan atau kebutuhan mengeluarkan bibit, tersedia banyak jenis anggrek botolan, misalnya yang banyak dijual adalah : Dendrobium, Phalaenopsis, Cattleya, dan Vanda. Sedangkan jenis lainnya jarang ada. Pilihlah bibit anggrek botolan yang siap dikeluarkan, ciri-cirinya : besar, seragam, lengkap (berdaun dan berakar), daun berwarna hijau tua, berumbi (untuk jenis Cymbidium, Grammatophyllum), pertumbuhan normal, umur minimal 6 bulan. Penanganan bibit yang umurnya terlalu tua harus cepat dilakukan, bibit yang demikian biasanya ditandai dengan habisnya media agar dan mulai terjadi kerusakan tanaman terutama nampak adanya daun yang mencoklat.

PENGELUARAN BIBIT
Setelah segala sesuatu untuk keperluan pengeluaran bibit anggrek sudah siap, maka kita bisa melakukan pengeluaran bibit anggrek dari botol.
Caranya
a. Buka tutup botolnya, kemudian ke dalamnya diisi air tidak sampai penuh. Kocok perlahan-lahan, agar media agar yang ada di dalam botol dapat larut dalam air dan kemudian kita keluarkan. Bila perlu upaya ini dilakukan berulang 1-3 kali agar media agar yang tersisa dapat sebanyak mungkin kita keluarkan.
b. Setelah media agar kita keluarkan, bibit anggrek yang ada di dalam botol selanjutnya kita keluarkan satu-persatu dengan menggunakan pinset panjang atau kawat yang diujungnya dibengkokkan agar bisa untuk mengait. Pada saat mengeluarkan usahakan yang keluar terlebih dahulu adalah akarnya, agar bibit tidak rusak. Bibit ditampung di baskom / ember yang telah kita isi dengan air bersih. Bila jumlah bibit botolan yang kita keluarkan cukup banyak jenisnya, maka penandaan atau pemberian label harus dilakukan agar tidak salah dalam penamaan tanaman.
c. Mengambil bibit juga dapat dengan cara memecah botol. Caranya sebelum dipecah botol dibungkus dengan kain baru dipecah. Memecahkan botol harus dengan hati-hati karena bisa merusak bibit.
d. Cuci bersih bibit anggrek yang baru dikeluarkan dari botol dari sisa-sisa media agar, buang daun-daun, akar yang rusak dengan cara mengguntingnya. Sebaiknya dalam mencuci gunakan air bersih dan mengalir.
PERLINDUNGAN AWAL
Bibit yang sudah dicuci bersih, selanjutnya direndam di larutan fungsida agar terlindungi dari serangan jamur yang biasanya menjadi gangguan utama. Jamur dapat menyebabkan busuk daun, busuk akar, busuk umbi dan lain-lain yang berakibat pada kematian bibit. Fungisida yang biasanya digunakan adalah Benlate (dengan bahan aktif benomil 50 %) dan Dithane (dengan bahan aktif mankozeb 80 %), atau dapat juga digunakan : Cupravit (dengan bahan aktif tembaga oksiklorida 50 %), Daconil (dengan bahan aktif klorotalonil 75 %), Dimazeb (dengan bahan aktif mankozeb 80 %) dan lain-lain. Mengetahui alternatif fungisida menjadi penting, karena dalam pasaran tidak setiap merk selalu tersedia di suatu daerah. Penggunaan fungisida sebagai bahan pelindung awal bagi aklimatisasi bibit ini biasanya berkisar antara 2 – 5 g / liter air. Pada larutan fungisida ini bibit direndam selama 5 – 10 menit. Setelah itu bibit anggrek ditiriskan dengan ditempatkan di atas koran, bisa dengan dikering anginkan atau kalau banyak jumlahnya dapat dikeringkan dengan menggunakan kipas angin.
KOMPOTING

Bibit-bibit ditanam secara rapat di pot, bisa pula di wadah plastik, di gelas aqua, dikrat kayu, atau model kompot hamparan. Bentuk kompot ini sebagai bentuk adaptasi awal seperti kondisi sebelumnya di botol di mana mereka juga hidup berkelompok.
Pada awal kehidupan anggrek di luar botol, 2 minggu pertama tidak usah ada penyiraman tetapi usahakan lingkungan kompot atau media tumbuh tetap cukup lembab. Maksudnya agar tanaman tidak busuk, dan justru terpacu untuk memfungsikan akar. Tanda-tanda akar mulai merespon lingkungan akan tampak bulu-bulu harus di perakaran, kemudian ujungnya mulai menghijau. Daun-daun bibit akan terdorong menjalankan totalitas perannya sebagai organ yang melaksanakan fotosintesis. Di dalam botol peran daun dalam menjalankan fotosintesis rendah. Bila daun-daun bibit yang masih muda tersebut mampu menjalankan fotosintesis yang meningkat, daun tersebut akan nampak segar, tidak layu / lemas.
Penyiraman terhadap tanaman bibit dalam kompot dilakukan setelah 2 minggu sejak tanam. Selanjutnya disiramn 2 hari sekali atau melihat tingkat kelembaban media, kalau media masih lembab dan lingkungan juga lembab dan basah maka tidak perlu disiram. Pemupukan sebaiknya dilakukan seminggu 2 kali menggunakan pupuk majemuk yang memiliki komposisi hara lengkap mendekati media dalam botol. Pilihlah yang komposisi NPK-nya seimbang atau N-nya lebih besar. Selain tindakan pemupukan, perlu juga dilakukan pengobatan minimal sebulan sekali. Dapat menggunakan fungsida, insektisida, atau bakterisida sesuai kebutuhan.
3. Plantlet Pisang
Secara prinsip sama dengan pengeluaran seedling pada anggrek.
a. Planlet dikeluarkan dari dalam botol
b. Akar dibersihkan dari media agar yang menempel kemudian dibilas dalam air steril
c. Bagian akar direndam dalam larutan fungisida Benstar 50 WP dan bakterisida Agrept 20 WP masing-masing 1g/L, selama 10 menit
d. Bagian akar dibilas menggunakan air PDAM (mengalir)
e. Tiriskan di atas kertas koran sampai kering (sekitar 1 jam).
f. Tanam setiap plantlet pada media campuran (tanah:pasir:kompos=1:1:1) dalam pot kecil (botol soft drink gelas)
g. Letakkan di green house agar tidak terkena cahaya matahari langsung. Apabila diperlukan pot tersebut diberi penyungkup.
h. Lakukan pemeliharaan dan jaga kelembaban


DAFTAR PUSTAKA

George.E.F and Sherringtonn. P.D.,1984. Plant Propagation by Tissue Culture. .England:Exegetis Limited.

Santoso, U. dan Nursandi, F., 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: UMM Press

Soeryowinoto,M.,1985. Budidaya Jaringan Dan Manfaatnya.Yogyakarta. UGM.

--------------------, 1990. Pemuliaan Tanaman Secara in Vitro. Yogyakarta. UGM.

---------------------, 1991. Budidaya Jaringan Tumbuhan. Yogyakarta. UGM.

Sumardi, I., 1989. Kultur Jaringan Tumbuhan . Yogyakarta. UGM.

Yusnita, 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Depok: Agromedia Pustaka

PEMBUATAN LARUTAN STOK MEDIA MS

Nutrien
Konsentrasi dalam Media MS (mg/L)
Konsentrasi dalam Larutan Stok (mg/L)
Vol Lar. Stok yang dibutuhkan untuk 1 liter media MS (ml)
MAKRO (5X)-Vol : 500 mL
NH4NO3
KNO3
MgSO4 . 7H2O
KH2PO4
1650
1900
370
170
8250
9500
1850
850
100 mL
STOK Ca (5X)-Vol: 100 mL
CaCl2 . 2H2O
440
2200
20 mL
MIKRO A (50X)-Vol:100 mL
H3BO3
Mn SO4 . H2O
ZnSO4 . 7H2O
6,2
16,9
8,6
310
845
430
2mL
MIKRO B (500X)-Vol100mL
KI
Na2MoO4 . 7H2O
CuSO4 . 5H2O
CaCl2 . 6H2O
0,83
0,25
0,025
0,025
415
125
12,5
12,5
0,2 mL
STOK BESI (10X)-Vol100mL
FeSO4 . 7H2O
Na2 EDTA
27,8
37,3
278
373
10 mL
VITAMIN (1000X)-V : 500mL
Thiamin HCl
Nicotinic Acid
Piridoksin HCl
Glisin
0,1
0,5
0,5
2,0
100
500
500
2000
0,2 mL
Mio-inositol (5X)-V:100 mL
100
500
20 mL
2,4 D


1 mL
BAP


1 mL

Sedangkan foto-foto dokumentasi selama praktikum bisa dilihat di bawah ini :

Mengupas bonggol pisang yang akan digunakan sebagai eksplan

Mencuci bonggol pisang yang akan digunakan sebagai eksplan

Mencelup bonggol pisang yang akan digunakan sebagai eksplan dalam alkohol / spritus
Membakar bonggol pisang diulang 3 kali
Memotong bonggol pisang yang digunakan sebagai eksplan di Laminar air flow

Menutup botol kultur yang telah diisi dengan eksplan
Botol kultur yang telah diisi dengan eksplan dikeluarkan
dari Laminar air flow siap dipindahkan ke ruang inkubasi
Suasana praktikum acara penanaman eksplan
Alat dan bahan untuk praktikum acara aklimatisasi anggrek
Mengeluarkan plantlet anggrek dari dalam botol kultur
Setelah dikeluarkan plantlet anggrek dari dalam botol kultur
kemudian dicuci untuk menghilangkan sisa agar yang menempel pada akar
Plantlet anggrek setelah keluar dari dalam botol kultur dan dicuci bersih
lalu direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida


Merendam pakis dan stereofoam dalam larutan fungisida dan bakterisida
Plantlet anggrek setelah direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida lalu dibilas dengan aquadest

Plantlet ditiris anginkan di atas kertas buram atau kertas koran

Plantlet ditanam di dalam pot dengan media pakis dan di bawah pakis diberi stereofoam

Test tulis saat acara praktikum

Hasil penanaman eksplan pisang selama praktikum kultur jaringan tumbuhan

Hasil aklimatisasi plantlet anggrek selama praktikum kultur jaringan tumbuhan

Semoga saja uraian dan tampilan foto serta video selama mengajar di mata kuliah pilihan kultur jaringan tumbuhan di Program Study Biologi Fakultas Keuruan dan Ilmu Pendidikkan Universitas Muhammadiyah Surakarta dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

8 komentar:

  1. apakah pernah mengkaluskan anggrek dr batang ataupun pseudobulbnya? saya ingin bertanya, kalau untuk sterilisasi pseudobulb sebelum masuk LAF gitu diberi treatment apa dan caranya bagaimana (selain menggunakan HgCl2) ?

    Terima kasih..

    BalasHapus
  2. Saya ada tulisan untuk itu nanti saya ketiknya dulu dan nanti saya posting di blog ini, sabar ya makanya saya belum ngejawab. Harap maklum dan tunggu dulu ya.

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum Wr Wb
    Yth Pengelola TISSUE CULTURE AND ORCHIDOLOGI, saya Erwin.
    Saya mau tanya bisakah tanaman anggur dikembang biakan dengan kultur jaringan
    Apa saja yang bisa dijadikan eksplan dari tanaman anggur, apa biji anggur bisa dijadikan bakal eksplan ?.
    Apakah TISSUE CULTURE AND ORCHIDOLOGI yg bapak kelola melayani jasa untuk mengkultur jaringan satu jenis tanaman misal anggur.
    Demikian Bapak, mohon penjelasannya, terima kasih

    BalasHapus
  4. Anggur bisa dikembangkan dengan cara kultur jaringan tumbuhan. Yang bisa dijadikan eksplan, dari daun, nodus batang, epikotil, hipokotil. Biji anggur bisa juga dijadikan eksplan.
    Kami juga menerima jasa untuk mengkulturkan juga semisalkan anggur.
    Demikian dulu informasi dari saya dan terima kasih banyak atas perhatiannya.

    BalasHapus
  5. Yth, TISSUE CULTURE AND ORCHIDOLOGI
    -Bahan eksplan dr bagian tanaman sebelah mana yang bisa menghasilkan tumbuhan yang persis sama dengan induknya,
    -Kalo beli buah anggur yg sedang tren dipasaran yg diperoleh hanya buah anggurnya berikut biji dan tangkai buah anggur, apakah dr bahan tersebut bisa dijadikan eksplan yg bisa menghasilkan anggur yg persis dengan induk buah tersebut
    -Untuk memperoleh gambaran apakah saya sebagai petani wiraswasta biasa mampu menggunakan jasa atau membeli produk bibit dari Jasa kultur dari TISSUE CULTURE AND ORCHIDOLOGI kira2 berapa biaya untuk membuat bibit anggur, atau dihitung dengan perbibit atau perpaket , mohon penjelasan ?

    Demikian Bapak terima kasih.

    BalasHapus
  6. Inilah jawaban untuk menjawab pertanyaan saudara :
    1.Bahan eksplan dr bagian tanaman sebelah mana yang bisa menghasilkan tumbuhan yang persis sama dengan induknya, Jawabannya : pada dasarnya dalam teknik kultur jaringan tumbuhan semua bagian tanaman bisa dipakai untuk menghasilkan tanaman yang sama persis dengan induknya karena adanya kemampuan totipotensi. Akan tetapi umumnya eksplan yang dipakai untuk tanaman anggur diambil dari mata tunas yang masih muda. Kenapa diambil bagian yang masih muda karena pada bagian tersebut masih bersifat meristematis / masih aktif membelah membentuk sel baru.
    2.Kalo beli buah anggur yg sedang tren dipasaran yg diperoleh hanya buah anggurnya berikut biji dan tangkai buah anggur, apakah dr bahan tersebut bisa dijadikan eksplan yg bisa menghasilkan anggur yg persis dengan induk buah tersebut jawabannya : kalau dari tangkai buah anggur jika dipakai sebagai eksplan sangat sulit karena tangkai tersebut adalah tangkai yang sudah tua yang sudah tidak aktif membelah lagi, kalaupun dipakai pasti akan banyak kendala yang akan dihadapi misalnya kecenderungan terkena kontaminasi tinggi karena selama proses pengangkutan buah anggur tersebut kemungkinan terkena spora jamur atau bakteri sangat tinggi, selain itu kemungkinan terjadi browning akan sangat besar karena tangkai buah tersebut sudah tua selain sudah tidak aktif membelah juga kadar metabolit sekunder sejenis senyawa fenol juga tinggi dan senyawa fenol inilah yang nantinya akan membuat terjadinya pencoklatan media. Alternatifnya adalah lewat cara pemakaian biji dengan cara disemai secara steril terlebih dahulu dan dari kecambah steril inilah yang nantinya bisa dipakai sebagai eksplan untuk proses kultur jaringan selanjutnya. Akan tetapi masih ada kendala lain yaitu kemungkinan terjadinya variabilitas genetik akan terjadi karena biji adalah hasil generatif.
    3.Untuk memperoleh gambaran apakah saya sebagai petani wiraswasta biasa mampu menggunakan jasa atau membeli produk bibit dari Jasa kultur dari TISSUE CULTURE AND ORCHIDOLOGI kira2 berapa biaya untuk membuat bibit anggur, atau dihitung dengan perbibit atau perpaket , mohon penjelasan ? jawabannya : bisa saja menggunakan jasa kami untuk proses perbanyakan anggur melalui teknik kultur jaringan tumbuhan. Kalau membeli produk anggur mungkin untuk sementara waktu belum bisa karena di laboratorium kami titik beratnya baru pada pisang dan anggrek itupun belum skala produksi baru sebagai support untuk menguji media kultur jaringan tumbuhan dari berbagai merk yang kami uji sebelum dijual ke umum. Dan untuk skala masal kami baru mengerjakan kontrak perbanyakan tanaman hias import (maaf tapi kami tidak boleh menyebut macam tanamannya sesuai dengan perjanjian kami dengan pihak konsumen kami). Jadi mungkin kalau untuk memakai jasa kami untuk memperbanyak anggur bisa saja tapi dengan jumlah minimal tertentu dan seperti yang telah kami jalani adalah minimal order 2500 bibit dengan harga per bibit Rp 10.000,- dan bila order semakin banyak maka harga mungkin bisa menyesuaikan.
    Semoga saja anda puas dengan jawaban saya dan maaf bila baru sekarang saya menjawab pertanyaan anda.

    BalasHapus
  7. Terima kasih Pak atas jawabannya,
    Mau tanya lagi Pak, biasanya dalam membuat bibit suatu tanaman dilepas/diserahkan kepada pemesan pada bibit usia berapa atau bibit setinggi berapa cm Pak ?.
    Terima kasih atas jawabannya

    BalasHapus
  8. Diserahkan ke pemesan sekitar 1 tahun Pak. Tapi itu juga lihat jenis tanamannya juga. Dan untuk ukuran bibit sekitar setinggi botol jam sekitar 7-10 cm. Hanya saja musti ada lagi pelatihan ke pemesan cara ngeluarin bibit dari botol lalu diaklimatisasi ke tanah. Kalau mau diserahin sudah di tanah ya nanti waktu penyerahan tambah lagi karena aklimatisasis butuh waktu sekitar 2-3 bulan.

    BalasHapus