Laman

Jumat, 21 Agustus 2009

KULTUR JARINGAN PISANG

Tumbuhan pisang dapat dengan mudah dikulturkan dengan cara :
Kultur kalus
Kultur tunas → lebih mudah propagasi
Kelebihan :
Bebas patogen tertentu kecuali penyakit virus : BBTV dan mosaik
Relatif seragam
Kelemahan :
Kurang tahan penyakit karena terbiasa diperlakukan penuh nutrisi.

Eksplan

Syarat-syarat eksplan yang baik :
Berasal dari induk yang sehat dan subur.
Berasal dari induk yang diketahui jenisnya.
Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya ( biasanya ukuran tunas yang bisa dipakai sebagai eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 – 10 cm ), bukan tunas yang baru tumbuh atau yang sudah kelewat besar.
Untuk pisang kapok sering tunas perlu digali lebih dalam dari dalam tanah.
Untuk pisang jenis lain baiknya tunas yang kelihatan dari tanah ( Bahasa Jw : ngangkrik )
Tunas langsung diproses sesegar mungkin dan bila terpaksa jangan dimasukkan ke dalam kulkas.

                                   Contoh eksplan pisang

Sterilisasi eksplan        

Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal ini karena pada eksplan tunas pisang mengandung bakteri internal seperti Pseudomonas dan Erwinia. .

Tahapan sterilisasi eksplan :

Tunas dibersihkan dari sisik dan kulit luar satu lapis.
Tunas dicuci dan disikat dengan sabun sampai bersih kemudian ditiriskan.
Tunas diperkecil dengan dikupas seludangnya sampai berbentuk seperti kerucut di atas kubus ukuran 2 x 2 cm persegi.
Tunas dimasukkan ke dalam gelas piala bersih dan disterilisasi dengan kloroks 0,5 % selama 5 menit.
Bila perlu sterilisasi dapat juga dilakukan dengan sublimat 0,1 % selama 2 menit kemudian dicuci dengan air steril.
Pekerjaan no 1 sampai dengan no 5 dapat dilakukan di ruang terbuka.
Tunas diperkecil lagi setengahnya di dalam laminar air flow. Dan langsung disterilisasi dalam 0,5 % kloroks yang mengandung 0,5 / liter vitamin C selama 5 menit. 
Selain cara di atas ada cara yang lain lagi dimana langkah pertama dan kedua sama seperti di atas.
Kemudian setelah tunas dibersihkan dari sisik dan kulit luar satu lapis, kemudian tunas direndam dalam larutan formalin 30 % ( setara dengan 10 % formaldehid ) selama 10 menit.
Setelah itu pelepah paling luar dibuang lagi satu lapis lalu tunas direndam lagi dalam larutan agrimycin 5 gram/ liter selama 12 jam.
Setelah 12 jam perendaman, tunas dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa bakterisida. Setelah itu lalu dimasukkan dalam larutan kloroks / bayclin 50 % dan dibiarkan selama 15 menit. 
Kemudian setelah itu dimasukkan ke dalam laminar air flow cabinet, pelepah tunas dibuka lagi sebanyak 1 – 2 lapis dan kemudian direndam ke dalam larutan kloroks 20 % selama 10 menit.
Setelah dibilas dengan air steril, tunas direndam ke dalam larutan betadine 20 % selama 10 menit. Ukuran terakhir tunas +/- 1 – 2 cm.                       

                    Sterilisasi eksplan di dalam laminar air flow

                        Eksplan dikupas lapisan bagian luarnya  

Kemudian setelah proses sterilisasi eksplan selesai dilakukan eksplan ditiriskan di atas cawan petri beralaskan kertas saring steril. Eksplan siap di tanam dalam medium.                                       

                                 Eksplan yang siap ditanam 

Medium kultur jaringan pisang                                              

Medium kultur jaringan pisang pada dasarnya adalah medium MS dengan modifikasi vitamin dan hormon. Unsur makro dan mikro sama, dengan sedikit perbedaan yaitu sukrosa 30 gram diganti dengan D-glukosa atau dektrosa ( teknis atau p.a. ). Menurut pengalaman penggantian ini menyebabkan pertumbuhan lebih cepat.

Vitamin :
Biotin                  :       0,05 ppm
Myo inositol         :            1 ppm
Thiamin               :        0,4 ppm
Piridoksin            :            4 ppm
Ascorbic acid        :     5 – 50 ppm
Gula                      :
Dextrosa               :         30 gram

Medium :

P1 : ½ MS + Vitamin + 5 – 7 ppm BA + 100 ml air kelapa
P2 : MS + Vitamin + 5 – 7 ppm BA + 100 ml air kelapa
P3 : MS + Vitamin + 2 ppm IBA / IAA + 0,1 kinetin + 100 ml air kelapa
Keterangan :
P1 : medium inisiasi tunas
P2 : medium perbanyakan tunas
P3 : medium perakaran
Untuk tiap jenis pisang susunan medium dapat diubah sesuai kebutuhan. 
Pisang yang pertumbuhannya subur seperti Kapok memerlukan BA yang lebih banyak, dan auksin yang lebih rendah.

Tahapan penanaman :

Inisiasi Tunas

Tunas yang sudah siap tanam dimasukkan ke dalam medium P1 ( medium inisiasi tunas )

                         Eksplan dalam medium inisiasi tunas

Inkubasikan selama 2 minggu sampai terlihat warna kehijauan di eksplannya.
Kupas lagi eksplannya dengan cara aseptis sampai berukuran ½ nya. Tanam kembali sampai terlihat hijau lagi dan itu artinya eksplan hidup.                                                                               Eksplan berubah warna menjadi kehijauan            

Belah eksplan menjadi dua bagian dan kemudian diletakkan titik tumbuhnya menempel pada medium. Tunggu sampai muncul tunas kecil dan berwarna putih seukuran 2 – 3 mm.

Sebagai catatan proses terjadinya multiplikasi tunas yang pertama biasanya terjadi antara minggu ke 8 – 12. Dan setelah terjadi multiplikasi tunas ini baru bisa dilakukan subkultur.

Perbanyakan tunas

Tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 ( medium inisiasi tunas ) lagi dengan hati-hati, jangan sampai rusak.                                                                                        Tunas yang sudah tumbuh banyak harus sering dipecah dan dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 ( medium inisiasi tunas ) lagi.                                                                                                         Tunas yang cukup besar, besarnya seragam dan mulai mengalami differensiasi organ lain yaitu daun dipindahkan ( disubkulturkan ) ke P2 ( medium perbanyakan tunas ), satu atau dua kali sesuai kebutuhan. Tunas kecil dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 lagi.

Perakaran

Tanaman kecil ( planlet ) dalam P2 ( medium perbanyakan tunas ) dipilih yang seragam kemudian dipindahkan ( disubkultur ) medium P3 ( medium perakaran ) untuk bisa melakukan proses perakaran. Bila planlet sudah berdaun 4 – 5 helai daun berarti sudah siap keluar untuk dilakukan aklimatisasi.                                                                                                                                           Catatan :
Dalam proses subkultur pada medium yang sama dapat dilakukan sampai 6 kali subkultur, baru kemudian bisa dipindahkan untuk diakarkan pada medium P3 ( medium perakaraan ). Dan seluruh proses subkultur dari awal sampai akhir ada baiknya jangan sampai melebihi 10 kali subkultur karena akan mengurangi kualitas planlet yang dihasilkan.

Aklimatisasi

Aklimatisasi dapat dilakukan secara majemuk pada bedengan di bawah tempat yang teduh atau secara tunggal pada gelas bekas aqua yang diisi tanah subur ditambahkan pasir dengan perbandingan 1 : 1 . Pada saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu tanpa sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20 – 25 cm.
Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag.                                                                                                                           Aklimatisasi dalam sungkup

Nursery

Tanaman perlu ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm kemudian dipindahkan ke lapangan.

                 Pisang hasil kultur yang siap ditanam di lapang

Jumat, 07 Agustus 2009

MODIFIKASI MEDIA BUDIDAYA JARINGAN ANGGREK DENGAN PUPUK GREENER 2001 B


Dendrobium phalaenopsis
Foto : Sulistyono

SUMBER : BIOLOGI IKIP SURABAYA
PENDAHULUAN
Para ahli dalam beberapa percobaan yang berkaitan dengan pemakaian media untuk budidaya anggrek banyak yang menggunakan media menurut Vacint dan Went. Media ini cukup baik, karena terdapat unsur hara yang jumlahnya sudah pasti dan dibuat dengan perbandingan hara mineral yang cermat.
Unsur hara yang digunakan dalam media Vacint dan Went adalah :
Ca3 (PO4)2 ( Tricalsium fosfat )
KNO3 ( Potassium nitrat )
KH2PO4 ( Mono potassium fosfat )
MgSO4.7H2O ( Magnesium fosfat )
(NH4)2SO4 ( Ammonium sulfat )
Fe(C4H4O6)3 ( Ferri tartrat )
MnSO4.2H2O ( Mangan sulfat )
biasanya dalam katagori pro analisis ( p.a. ), sehingga dalam prakteknya memerlukan biaya yang mahal dan agak sulit mendapatkannya, contohnya ferritartrat.
Unsur hara yang digunakan dalam media Vacint dan Went dapat diperoleh dengan membeli dalam satuan ukuran yang lebih besar dan harga yang mahal.
Pupuk buatan yang banyak di pasaran bebas juga mengandung unsure makro dan mikro. Hal ini sesuai dengan kebutuhan tumbuhan yang memerlukan pemupukan.
Pupuk Greener ialah salah satu pupuk di pasaran bebas yang mudah untuk mendapatkannya. Pupuk ini sangat banyak macamnya, ada yang khusus untuk tumbuhan kapas, kopi, kedel;ai, anggrek dan tumbuhan lainnya. Sudah barang tentu perbandingan unsure haranya disesuaikan dengan tumbuhan yang akan dipupuk. Contohnya untuk tumbuhan kedelai perbandingan unsure haranya berbeda dibandingkan dengan rambutan. Ini dapat dilihat pada etiket pembungkusnya. Dan pupuk ini harganya relative murah.

PEMBUATAN MEDIA ANGGREK
Media anggrek ialah tempat hidup bagi anggrek yang sudah dioptimalkan keadaanya sehingga memberikan persentase kehidupan bagi anggrek yang lebih besar. Media umumnya berisi hara lengkap ( hara makro dan hara mikro ) yang diperlukan oleh tumbuhan anggrek dan dengan keasaman ( pH ) yang tertentu. Komposisi media anggrek amat banyak macamnya. Ada komposisi yang diciptakan oleh Knudson C, Vacint dan Went, Burgeff, dan lain-lain.
Di bawah ini disajikan komposisi media yang paling popular digunakan untuk tumbuhan anggrek yaitu komposisi Vacint dan Went, untuk satu liter media.

BAHAN :
HARA MAKRO
Ca3 (PO4)2 ( Tricalsium fosfat ) larut dalam HCl 200 mg/l
KNO3 ( Potassium nitrat ) 525 mg/l
KH2PO4 ( Mono potassium fosfat ) 250 mg/l
MgSO4.7H2O ( Magnesium fosfat ) 250 mg/l
(NH4)2SO4 ( Ammonium sulfat ) 500 mg/l
Fe(C4H4O6)3 ( Ferri tartrat ) 28 mg/l
HARA MIKRO
MnSO4.2H2O ( Mangan sulfat ) 7,5 mg/l
GULA
Sukrosa 30 g/l
VITAMIN
Pepton 2 g/l
ZAT LAIN YANG BELUM DIKETAHUI KOMPOSISINYA
Air kelapa 150 ml/l
Kentang 150 g/l
Pisang 150 g/l
AGAR
Agar serbuk 10 g/l
BAHAN PENCEGAH BROWNING
Arang aktif satu sendok teh
Aquadest ( ditambahkan sampai volume 1 liter )
pH 5

Komposisi media dimodifikasi dengan pupuk Greener 2001 B untuk anggrek dalam satu liter media :
Greener 2001 B 1 – 4 ml/l
Gula 30 g/l
Kentang 150 g/l
Nanas 150 g/l
Air kelapa 150 ml/l
Agar 10 g/l
Aquadest ( ditambahkan sampai volume 1 liter )
pH 5
CARA MEMBUAT MEDIA VACIN DAN WENT DENGAN UNSUR HARA PENGGANTI PUPUK GREENER )

1. Kentang yang telah dikupas ditimbang seberat 150 gram lalu diiris dan diblender dan satu bungkus agar serbuk yang tidak berwarna.
2. Tuangkan campuran ini kedalam panci dan tambahkan arang aktif ( untuk media dengan pupuk Greener tidak memakai arang aktif ) sebanyak satu sendok teh.
3. Atur pH antara 5,0 – 6,0. Untuk ini dapat dilakukan penambahan NaOH / KOH bila pH terlalu rendah atau HCl bila PH terlalu tinggi. Konsentrasi NaOH / KOH atau HCl dibuat 0,1 M.
4. Didihkan campuran ini kemudian tambahkan 30 gram gula dan 2 gram Pepton.

Dari segi ekonomis pemakaian pupuk Greener 2001 B lebih hemat hampir 88,48% dibandingkan dengan harga komposisi Vacin dan Went dan penghematan ini hanya diperhitungkan dari harga unsur hara yang ada pada media Vacint dan Went yang diganti dengan pupuk Greener.


Selasa, 04 Agustus 2009

PERBANYAKAN TIGA KULTIVAR PISANG ( Musa paradisiaca L. ) MENGGUNAKAN MEDIUM MURASHIGE DAN SKOOG (MS) INSTAN DAN VARIASI HORMON BENZYLAMINOPURIN (BAP)

Tulisan ini telah dipresentasikan oral di acara :
SEMINAR NASIONAL BIOLOGI XX DAN KONGGRES PERHIMPUNAN BIOLOGI INDONESIA XIV
di UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 
pada hari Jum'at tanggal 24 Juli 2009 jam : 15.30 WIB 
dengan moderator : Estri Laras Arumingtyas, DR. Ir. MScSt

Agung Surono ; Achmad HimawanCV. AGRI BIO TECHJl Jambon No 605, Gang Batan Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta 55242E-mail : agungsurono@yahoo.com, achmadhim@yahoo.com

Buah pisang sangat populer dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Pisang (Musa paradisiaca L.) berasal dari hasil silangan alamiah antara Musa acuminate dengan Musa balbisiana, yang kini keturunannya lebih dari ratusan kultivar pisang. Pisang dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni pisang meja, pisang rebus ( pisang olahan ) dan pisang hias. Kultivar pisang yang berpotensi dan digemari konsumen adalah pisang raja , barangan, koja dan panjang.

Penelitian-penelitian secara in vitro dalam rangka propagasi ( perbanyakan ) pada beberapa kultivar pisang telah banyak dilakukan. Kami sebagai perusahaan baru yang bergerak di bidang budidaya in vitro pisang, ingin memperbanyak 3 kultivar pisang, yaitu pisang barangan, koja dan pisang panjang Permasalahan yang dihadapi adalah menentukan seberapa besar konsentrasi Benzylamino purin (BAP) yang optimal untuk pembentukan tunas pisang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya konsentrasi BAP yang optimal untuk memacu terjadinya tunas pada eksplan tunas 3 kultivar pisang. 
Penelitian ini menggunakan medium Murashige dan Skoog (MS) instan produk Duchefa, dan ditambah dengan hormon BAP 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm dan 8 ppm. Penelitian ini menggunakan eksplan tunas dari 3 kultivar pisang ( barangan, koja dan panjang). Pengamatan dilakukan pada minggu ke 4, 8, 10, dan 12 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan secara kualitatif, yaitu ada tidaknya perubahan warna eksplan, ada tidaknya kalus pada eksplan, dan tumbuh tidaknya tunas dan akar pada eksplan. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan pada umumnya berubah warna menjadi kehijauan di minggu ke 6 setelah tanam. Kalus yang bersifat remah terbentuk di minggu ke 4 setelah tanam. Eksplan dapat membentuk akar pada minggu ke 8 setelah tanam. Fenomena tersebut diduga karena adanya hormon auksin endogen yang ada pada eksplan. Tunas terbentuk pada minggu ke 12 setelah tanam Peristiwa ini terjadi pada ketiga kultivar pisang.. Biasanya terbentuk akar dahulu setelah itu terbentuk tunas pada eksplan yang sama. Medium MS + 8 ppm BAP memberikan hasil yang optimal untuk pembentukan tunas pada ke 3 kultivar pisang. 
Kata kunci : pisang; medium instan; Murashige dan Skoog (MS); Bezylamino purin (BAP)

Agung Surono ; Achmad Himawan
CV. AGRI BIO TECH
Jl Jambon No 605, Gang Batan 
Jatimulyo, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta 55242
E-mail : agungsurono@yahoo.com, achmadhim@yahoo.com

Banana is very popular and favorite by all level of people. Banana (Musa paradisiaca L.) came from natural hybridization between Musa acuminate and Musa balbisiana, that currently their progenies were more than hundreds of cultivars. Banana can divide to become 3 groups that are dessert banana, cooking banana and ornamental banana. Banana cultivars which have potential and favorite by consumers, that are raja, barangan, koja and panjang.
In vitro propagations of banana on several banana cultivars are conducted. We are as a new company that operates in banana in vitro propagation, desire to propagate 3 banana cultivar (barangan, koja and panjang). Our problem is to determine how many Benzylamino purine (BAP) concentrations that optimum to induce banana shoots. Our objective is to study how many Benzylamino purine (BAP) concentrations that optimum to induce banana shoots on 3 banana cultivars explants.
This research use Murashige and Skoog (MS) instant medium from Duchefa (Netherlands), which is supplemented with BAP 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm and 8 ppm. This research use apical shoot explants from 3 banana cultivars (barangan, koja and panjang). Observation is conducted in weeks 4, 6, 8, 10 and 12 after planting. Observation is conducted qualitatively, that are color changes on explants, callus developments on explants, shoots and roots development on explants.
Research showed that explants in general changed color to greenish in week 6 after planting. Friable calluses developed in week 4 after planting. Roots developed in week 8 after planting. These phenomena’s are predicted because there is auxin hormone endogen in explants. Shoots grew in week 12 after planting. This happen occurred on three banana cultivars. In general first roots formation happened, after that shoots formation are to be happened from the same explants. MS + 8 ppm BAP gave the optimum results for shoots formation on 3 banana cultivars. 
Keywords: banana; instants medium; Murashige and Skoog (MS); Bezylamino purine (BAP)

PENDAHULUAN
 Buah pisang sangat populer dan digemari oleh semua lapisan masyarakat. Pisang (Musa paradisiaca L.) berasal dari hasil silangan alamiah antara Musa acuminate dengan Musa balbisiana, yang kini keturunannya lebih dari ratusan kultivar pisang. Pisang dapat dikelompokkan menjadi 3, yakni pisang meja, pisang rebus ( pisang olahan ) dan pisang hias. Kultivar pisang yang berpotensi dan digemari konsumen adalah pisang raja , barangan, koja dan panjang.
Buah pisang (Musa paradisiacal L.) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia (Satuhu dan Supriyadi, 2008). Buah pisang adalah jenis buah unggulan ke dua di dunia setelah jeruk (Swennen & Rosales, 1994). Di Indonesia sendiri buah pisang adalah jenis buah yang paling diminati konsumen. Selain itu,pisang adalah bahan makanan pokok bagi sekitar 400 juta penduduk dunia (Sagi et al., 1995).
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Priyono dkk., 2000).
Penelitian-penelitian secara in vitro dalam rangka propagasi (perbanyakan) pada beberapa varietas pisang telah banyak dilakukan, antara lain Crounauer dan Krikorian (1984) telah berhasil memacu multiplikasi tunas pucuk batang pisang Musa sp., yaitu dengan mengkulturkannya pada medium MS dengan penambahan Benzyladenine (BA) 5 ppm. Tunas-tunas baru ini mampu membentuk akar setelah disubkulturkan pasa medium MS dengan penambahan NAA, IBA, atau IAA, masing-masing 1 ppm.
Barnejee dan De Langhe (1985) telah berhasil melakukan mikropropagasi beberapa kultivar pisang, misalnya Cavendish dan silk, dengan cara mengkulturkan tunas ujung batang pada medium MS yang dimodifikasi. Pertumbuhan plantlet terbaik adalah dalam medium MS dengan penambahan IAA 0,18 ppm dan BA 2,3 ppm. Mateille dan Foncelle (1987), berhasil menstimulasi pertumbuhan tunas aksiler / lateral pisang kultivar Poyo untuk menghasilkan BLB (Bud Like Body), dengan cara mengkulturkan tunas tersebut dalam medium MS dengan penambahan sukrosa 20 % dan BA 22.5 µM. Daun dan akar dihasilkan melalui subkultur tunas tersebut dalam medium dasar yang sama, dengan penambahan sukrosa 10 %, tanpa pemberian hormon. Meldia dkk. (1992), berhasil memperbanyak tunas pisang emas. Eksplan tunas pisang ditanam pada mediim MS padat. Pisang emas menunjukkan respon yang cukup baik (eksplan segar dan ukurannya bertambah besar), bila ditanam pada medium inisiasi MS dengan penambahan IAA 0,1 – 0,2 ppm dan BAP 3,0 – 4,0 ppm. Setelah 4 minggu, dilakukan subkultur ke medium multiplikasi MS dengan penambahan BAP 3,0 – 5,0 ppm. Jumlah tunas yang terbentuk per eksplan, berkisar antara 1,53 – 3,33. Dari peneltian tersebut terlihat bahwa bila konsentrasi BAP semakin meningkat maka jumlah tunas yang terbentuk juga meningkat. Menurut Widayati (1992), penggandaan tunas pisang dapat dilakukan dengan penambahan BA sampai dengan 10 ppm.
 Pada tahun 1996, Himawan, telah berhasil memacu terbentuknya planlet dengan mengkulturkan tunas apikal pisang emas pada medium dasar MS dengan penambahan NAA 0,5 ppm tanpa BAP. 
Pembuatan media kultur in vitro biasanya dengan mencampur beberapa bahan kimia tertentu. Cara ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu membutuhkan biaya besar, cukup banyak menyita waktu, dan ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam mempersiapkan media kultur tersebut. Untuk mengurangi resiko itu, sekarang beberapa laboratorium menggunakan media kultur siap pakai, yang diproduksi oleh beberapa perusahaan di luar negeri. Media kultur tersebut berupa serbuk. Contoh formula atau resep media kultur siap pakai adalah media MS tanpa atau dengan agar. Untuk membuat media kultur dari campuran serbuk yang siap pakai, dilakukan dengan hanya melarutkan dalam sejumlah tertentu air yang kualitasnya memenuhi persyaratan, lalu pH-nya diatur, dimasukkan dalam botol-botol kultur, kemudian disterilkan. (Wetherell, 1982).
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya konsentrasi BAP yang optimal untuk memacu terjadinya tunas pada eksplan tunas 3 kultivar pisang. 
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro, CV. Agri Bio Tech, Yogyakarta. Pelaksanaan penelitian lebih kurang selama 6 bulan , dimulai dari bulan November 2008 sampai dengan April 2009. 
Pisang yang digunakan untuk penelitian ini ada 3 kultivar, yaitu pisang panjang, pisang barangan dan pisang koja. Pisang panjang dan barangan diambil dari kebun KP4 UGM, Sleman. Pisang koja diambil dari kebun di daerah Jambon, Sleman.

                               Foto buah pisang barangan

                               Foto pohon pisang barangan     

                              Foto buah pisang panjang

                              Foto pohon pisang panjang

                                Foto pohon pisang koja

Bahan yang digunakan untuk eksplan adalah tunas yang sedang tumbuh dari bonggol tumbuhan pisang, dengan diameter antara 5 – 10 cm. Sedangkan medium yang digunakan adalah medium dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962) siap pakai buatan Duchefa Biochemie, Belanda. Gula yang ditambahkan adalah D-(+)- Glukose, anhydrous buatan Hymedia, India. Agar yang dipakai adalah agar biasa yang banyak dijual di pasaran umum. Hormon yang diitambahkan adalah BAP dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Medium diatur pH-nya kurang lebih 5,8. Medium dimasukkan ke dalam botol-botol kultur dan disterilkan menggunakan autoclave. (121 ºC, 15 menit).
Tunas tumbuhan pisang dikupas dengan pisau sampai diameternya ± 3cm . Tunas kemudian dimasukkan ke dalam botol selai yang berisi larutan sabun selama 10 menit. Setelah itu, air sabun dibuang, lalu botol dan tunas dimasukan ke dalam Laminar Air Flow cabinet (LAF). Tunas dimasukkan ke dalam botol selai, yang berisi larutan NaClO (bayclin) 50 %, selama 15 menit. Lalu tunas dipindah ke dalam botol selai yang berisi larutan NaClO ( bayclin ) 10%, selama 15 menit. Setelah itu, tunas dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali, masing-masing selama 10 menit. Tunas diletakkan dalam cawan petri, lalu dikupas lagi dengan menggunakan scalpel hingga diameter bagian dasarnya berukuran 1 - 1,5 cm. Eksplan dipegang dengan menggunakan pinset dan ditanam dalam botol kultur. Satu botol kultur berisi 1 eksplan. Untuk tiap perlakuan menggunakan 5 ulangan. Botol kultur dipelihara dalam ruang kultur, dan diberi penyinaran dengan lampu TL 40 watt secara kontinyu selama 8 jam sehari, pada suhu 26 °C. Penggantian medium dilakukan apabila terjadi pencoklatan pada medium. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu, sampai minggu ke-12. Parameter yang diamati adalah ada tidaknya kalus pada eksplan, tumbuh tidaknya tunas dan akar pada eksplan serta perubahan warna yang terjadi pada eksplan. Data kualitatif ini dianalisis secara deskriptif.

HASIL
 .Setelah dilakukan pengamatan terhadap ada tidaknya pembentukan kalus, akar dan tunas serta perubahan warna kalus maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 1 sampai tabel 4.:

Tabel 1.Pengamatan pembentukan kalus pada eksplan


Keterangan :
+ = terbentuk kalus
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja


Tabel 2.Pengamatan pembentukan akar pada eksplan

Keterangan :
+ = terbentuk akar
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja

Tabel 3.Pengamatan pembentukan tunas pada eksplan.

Keterangan :
+ = terbentuk tunas
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja

Tabel 4.Pengamatan perubahan warna kalus

Keterangan :
- = belum terbentuk
P = putih
Kh = kehijauan
B = Barangan
P = Panjang
K = Koja

  Gambar 1. Pisang Barangan pada MS + 8 ppm umur 8 minggu  
  Gambar 2. Pisang Panjang pada MS + 8 ppm umur 8 minggu  
  Gambar 3. Pisang Koja pada MS + 8 ppm umur 8 minngu
   
PEMBAHASAN 
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa media MS + 8 ppm BAP adalah media yang relatif paling optimal untuk memacu terbentuknya akar dan tunas pada eksplan tunas apikal pisang barangan, pisang panjang, dan pisang koja.
 Respon perubahan eksplan setelah dikulturkan dimulai dengan terjadinya kalus pada bagian bekas pemotongan. Hal ini wajar karena pada dasarnya kalus adalah jaringan penutup luka. Terbentuknya kalus ini disebabkan oleh karena adanya rangsang luka (Fowler, 1983. Proses pembentukan kalus agak lama, yaitu rata-rata mulai terbentuk pada minggu ke 4 (pada Barangan dan Koja ) sedangkan pada pisang panjang mulai terbentuk pada minggu ke enam.
 Akar terbentuk terlebih dahulu daripada pembentukan tunas. Menurut George dan Sherrington (1984), pertumbuhan dan perkembangan eksplan dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara hormon endogen dan hormon eksogen. Selain itu pertumbuhan dan perkembangan eksplan juga dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara sitokinin dan auksin. Jadi pembentukan akar terlebih dahulu ini mungkin disebabkan karena auksin endogen yang terdapat pada eksplan cukup tinggi untuk memacu pembentukan akar terlebih dahulu pada eksplan. Hal ini terlihat baik pada Barangan, Panjang dan Koja semuanya terbentuk akar terlebih dahulu daripada pembentukan tunas. Pembentukan tunas terjadi pada minggu ke 12 setelah penanaman eksplan. Terjadi pada ke 3 kultivar pisang.
 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengaruh hormon yang diberikan berupa 6-benzylaminopurine (BAP), sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan yang ditanam di medium MS. Terlihat bahwa semakin besar hormon yang diberikan ke dalam media semakin cepat respon pertumbuhan eksplannya.

KESIMPULAN
Media MS + BAP 8 ppm adalah media yang relatif paling optimal untuk memacu terbentuknya akar dan tunas pada eksplan tunas apikal pisang barangan, pisang panjang, dan pisang koja.

DAFTAR PUSTAKA


Banerjee, N. and E. De Langhe, 1985. A Tissue Culture Technique for Rapid Clonal Propagation and Storage Under Minimal Growth Condition of Musa. Plant Cell Reports. pp. 4, 351 – 354.

Cronauer, S. S. and Krikorian,A. D. 1984. Multiflication of Musa from Excised Stem Tips. Annals of Botany. pp. 53, 321-328.

Fowler, M. W. 1983. Commercial Application and Economic Aspect of Mass Plant Cell Culture. Dari Mantell, S. H., Smith, H. (Eds.), Plants Biotechnology Cambridge University Press. London. pp. 3-38.


George, E. F. and P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetic Ltd. England. P. 184-330.

Harjadi, S. S..1988. Potensi, Tantangan, dan Prospek Hortikultura. Makalah dalam Seminar Nasional dengan tema Prospek dan Tantangan Sektor Hortikultura Menuju Perekonomian yang tangguh UPN “Veteran” Yogyakarta. Yogyakarta, 5 Desember 1998.

Himawan, A.. 1996. Budidaya Tunas Apikal Tanaman Pisang (Musa paradisiacal L. cv. emas) Secara In vitro. Skripsi. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.


Mateile, T. and Foncelle, B. 1987. Micropropagation of Musa AAA cv Poyo in The Ivory Coast. Tropical Agricultural (Trinidad). pp. 65, 325-328.


Meldia, Y., Winarno, M., dan Sunyoto. 1992. Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Tunas Pada Beberapa Varietas Pisang Secara In Vitro. Penelitian Hortikultura. pp. 5, 23-31.


Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh. 2000. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang. Jurnal Hortikultura. 10 (3) : pp. 183 – 190.


Sagi, L. S. Remy, B. Verelst, B. Panis, B. P. A. Cammue, G. Volckaert and R. Swennen. 1995. Transient Gene Expression in Transformed Banana (Musa cv. Bluggoe) Protoplast and Embryogenic Suspension. Euphytica. pp. 85, 89-95.


Satuhu, S. dan Supriyadi, A. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 34.


Sunarjono, H.,. 2004. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya.Jakarta. pp. 66.

Swennen, R. and F. E. Rosales. 1994. Bananas. Encyclopedia of Agriculture Science. P. 1, 215-232.


Wetherel, D. F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group Inc. New Jersey. pp. 51.